![]() |
Corat-coret siswi SMA di salah satu sekolah di Jateng, kemarin. |
Semarang, Harian Jateng – Corat-coret kelulusan SMA adalah seni yang harus diarahkan. Hal itu dijelaskan asesor EGRA USAID Prioritas Jawa Tengah, Dian Marta Wijayanti, di Semarang, kemarin. Kelulusan SMA/SMK/MA atau sederajat di Indonesia yang baru saja dirayakan kemarin, memberi pesan bagi insan pendidikan di Indonesia bahwa kejadian tersebut harus memberi pelajaran berharga.
“Tidak semua pelajar bisa corat-coret, makanya mereka harus diluruskan, dibina dan diarahkan. Maksudnya, kegiatan corat-coret tersebut bisa bermanfaat, bukan malah merusak fasilitas dan merugikan diri sendiri, sekolah dan masyarakat,” kata dia kepada Harian Jateng.
Menurut penulis buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner tersebut, aksi corat-coret sudah berlangsung sejak dulu. Akan tetapi, meskipun saat ini nilai UN tak menjadi penentu lulus atau tidak, para pelajar tak peduli dengan hal itu, terutama di kota besar seperti Semarang.
“Kalau masih corat-coret sih tak terlalu masalah, tapi kalau sudah minum alkohol, merokok dan pakai narkoba, naik sepeda motor ugal-ugalan bahkan pawai, itu harus ditindak tegas,” beber dia. Corat-coret kan paling sehari dua hari, kata dia, tapi kalau efek dari perbuatan-perbuatan tersebut kan sudah masuk pidana. (Baca juga: Wacana Sekolah 5 Hari di Jateng Harus Jelas Konsepnya).
“Seharusnya mereka itu dibina, didampingi, diajak piknik saat pengumuman itu. Kedua, kalau bisa yang menerima surat kelulusan itu orang tua. Terus, kalau bisa, sebelum kelulusan itu, baju sekolah diminta didonorkan kepada sekolah agar lebih bermanfaat digunakan adik kelasnya. Orang tua juga harus bisa bekerjasama dengan sekolah,” ungkap guru muda tersebut.
Kemudian, beber dia, corat-coret itu kan bagain dari seni, kalau mereka sulit dibilangin, ya mending diberi wahana untuk melukis, atau membuat kerangka bahkan corak lurik batik kan malah lebih bermanfaat. “Jadi itu bisa menjadi potensi ekonomi baru bagi pelajar, mereka setelah lulus tak usah cari kerja,” tutur dia.
Mereka kan bisa corat-coret lulus, corat-coret pop punk, corat-coret remaja kreatif, corat-coret digital printing, corat-coret Arab, corat-coret seperti gunung Fuji, daripada corat-coret di toilet, corat-coret di tembok atau corat-coret baju seragam. “Kalau itu terlaksana, saya kira bagus dan lebih bermanfaat,” pungkas dia. (Red-HJ35/Foto: Ayu/Harian Jateng).