KREATIF: Pengrajin lampion di Wonosobo.

Membandingkan Wonosobo dengan Bandung bagaikan membandingkan pohon kurma dengan pohon rambutan. Karena, Bandung merupakan kota yang mampu memproduksi kaos polos secara besar-besaran, namun Wonosobo merupakan daerah yang memiliki keuunggulan alam yang luar biasa. Musti begitu, mulai muncul harapan dari seorang pemuda bernama Opik dan Sujud asal Kauman, Kelurahan Selomerto, Kecamatan Selomerto  yang mencoba untuk memproduksi sebuah lampion yang biasanya dimanfaatkan untuk keperluan dekorasi, Wedding Party, Ulang Tahun, dan Lighting. Mereka terinspirasi membuat lampion karena ingin menciptakan pekerjaan baru supaya bisa mengurangi pengangguran.

Di sebuah ruang berukuran sekitar dua meter persegi,  Opik, seorang produsen lampion nampak sibuk meniupkan balon. Dari  mulutnya satu persatu balon ditiup menjadi bulat menyerupai bola. Tangannya mulai melumasi balon dengan lem kayu. Setelah itu, balonnya dikeringkan, lalu layu kemudian tanganya merajut balon dengan benang.  Puluhan benang beraneka warna diletakkan diatas bangku. Warna merah, kuning, jingga, biru, hijau, ungu dan sebagiannya sudah disiapkan. Namun, warna yang dipilihnya itu disesuaikan dengan karakternya.

Pria yang tinggal di depan jalan raya Selomerto, memang cukup dikenal sebagai produsen lampion. Hasil kerajinannya acapkali dipesan untuk ulang tahun, wedding party serta perayaan china. Tak tanggung-tanggung barang terjual sampai ke luar kota. 

Di sela-sela kegiatannya, dia menuturkan menjadi produsen lampion memiliki kesan tersendiri. ”Kenapa saya lebih senang membuat lampion, karena pesanan itu tidak tergantung ramai dan tidaknya perayaan china. Makanya, bisnis kami tidak terpengaruh apakah harus nunggu hari raya china saja. Sebab, lampion itu kan kebutuhan yang primer untuk ualng tahun dan sebagainya,” Terangnya kepada Harian Jateng disela-sela merajut lampion, beberapa waktu lalu. 

Kendati tiap orang  bisa membuat lampion, kata Opik masih jarang yang menekuni bisnis ini. ”Memang, hampir setiap orang  dapat membuat lampion, termasuk saya. Tapi, yang menekuni bisa dihitung dengan jari. Apalagi, sekarang sudah banyak orang yang memilih untuk dipekerjakan daripada menciptakan pekerjaan sendiri,” Terangnya.

Untuk bisa membuat lampion, Ia rela belajar langsung dari saudaranya di Banjarnegara. Karena, awalnya Opik mencari informasi melalui mbah google. Namun, setelah mendapatkan informasi langsung menghubungi saudaranya di Banjarnegara. “Saudara saya di Banjarnegara kan bisa buat lampion, jadi saya langsung saja ke sana untuk belajar. Alhamdulillah satu minggu belajar saya langsung bisa,” terangnya.

Dia menceritakan, untuk membuat lampion dimulai dari menyiapkan balon, lem dan benang. Kemudian, setelah itu balon ditiup lalu direkatkan dengan lem kayu. Dengan teliti, balon yang sudah dilem dirajut dengan benang sesuai dengan warna yang diinginkan. ”Untuk menyelesaikan satu lampion biasanya diperlukan waktu selama dua hingga tiga jam dan habis satu setengah benang,” terangnya.

Sedangkan mengenai pemasaran, dia mematok harga satu lampion Rp50 ribu. Harga tersebut sudah termasuk lampu dan juga dudukan lampunya. Pembeli tinggal memasang saja. “Modal yang diperlukan cukup ringan. Karena sejak awal kami berdua menghabiskan modal sekitar Rp200ribu saja,” terangnya.  (Red-HJ37/Foto; Jamil).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini