Wahyo petani salak asal Sijeruk, Leksono, Wonosobo saat membersihkan salak di ladangnya.

Wonosobo, Harian Jateng – Dampak musim kemarau tahun 2015 ini ternyata juga terjadi pada petani salak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pasalnya, karena cuaca yang panas, berakibat pada lambatnya produksi salak yang ditanam oleh para petani setempat.

Wahyo, petani asal Sijeruk, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, menegaskan bahwa musim kemarau tahun ini berdampak pada pertumbuhan salak di Wonosobo. Menurut dia, dibandingkan dengan musim hujan, produksi salak di musim kemarau tahun ini berkurang.

“Untuk lahan tegal itu hasil produksinya berkurang, karena kondisi lahannya sudah sangat kering,” kata Wahyu kepada Harian Jateng saat membersihkan tanaman salak di tegalnya, Kamis (10/9/2015). 

Menurut Wahyo, proses pembuatan salak sangat bergantung pada air. Jika musim penghujan, produksi salak lancar. Namun jika seperti ini, maka produksi salak terkendala bahkan bisa mati lantaran cuaca yang panas.

Apalagi musim kemarau ini sudah cukup lama, kata dia, jadi kondisi bunga yang hendak berbuah juga menjadi lama. “Karena, pertumbuhan cuku dipengaruhi dengan lahan yang basah,” ungkapnya.

Dikarenakan langka, maka hal itu membuat harga salak di Wonosobo melonjak tinggi. Jika saat musim hujan, harga dari petani untuk 1 kg salak hanya Rp.500, maka untuk musim kemarau seperti ini mencapai Rp.4.000 per kilonya.

“Saat ini harga salak sudah tembus mencapai Rp.4.000,” ujar Wahyo.

Menurut Wahyo, melonjaknya harga salak di Wonosobo dikarenakan buah tersebut langka, karena musim kemarau menurunkan produktivitas buah salak yang petani tanam di Wonosobo. (Red-HJ65/Foto: Jamil/Harian Jateng).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini