Oleh Syahlevy Lisando
Kader Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FH UII / Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Hukuman mati merupakan hukuman yang dilaksanakan apabila terdapat peraturan yang bersifat vital atau sangat riskan dilanggar, dengan tujuan untuk menegakkan hukum seadil-adilnya serta menimbulkan efek jera bagi pelaku lain untuk tidak melakukan hal yang sama, hukuman ini merupakan hukuman terberat atas seseorang akibat perbuatannya.
Dalam praktiknya hukuman mati sering disalah artikan, yang semulanya untuk menegakkan hukuman dengan seadil-adilnya serta bertujuan untuk menimbulkan kepastian hukum maupun efek jera, tapi nyatanya malah dilakukan untuk menunjukkan eksistensi kekuatan tertentu atau ugal – ugalan popularitas tanpa memperhatikan nilai keadilan dengan membeda bedakan subjek.
Di sini dapat kita lihat adanya kelemahan hukum yang tidak bekerja secara komperehensif menyeluruh dalam menanggulangi suatu kejahatan, adanya perlakuan berbeda pada subjek tertentu dalam menegakkan hukum, hal ini dapat menyebabkan Disfungsi hukum. Jelas ini sangat bertentangan dengan UU yang berlaku, misal saja dalam UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 4 ayat (1) tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang” dan juga bertentangan dengan asas Equality Before the Law “Persamaan di depan Hukum”. Yang pada intinya bahwa pejabat yang berwenang mengadili haruslah memandang sama seluruh orang di depan hukum.
Dalam kasus hukuman mati narkotika ini lebih banyak kita lihat bahwa yang dijatuhi hukuman mati kebanyakan sebatas masih bawahan nya saja, bukan (murni) si induk dari pengedar narkotika, atau mafia sesungguhnya, induk dari semua gembong narkotika. mungkin disebabkan karena adanya pertimbangan yang berlarut-larut dengan dalih demi rasa keadilan atau malah disebabkan oleh rasa takut dari pejabat berwenang untuk menjatuhi hukuman, karena jelas saja mafia narkoba bukanlah orang sembarangan, jangankan suatu daerah atau wilayah, Negara saja bisa mereka perbudak atau berada di bawah kendali mereka.
Seharusnya pemerintah lebih berani untuk langsung menegakkan hukum kepada mafia yang sesungguhnya, tegakkan hukum secara menyeluruh tanpa membedakkan subjek tertentu dengan berdasar pada nilai keadilan, bukan malah menjadi budak mafia tersebut, kita bangsa kuat, cukup dengan 300 tahun kita menjadi budak, jangan lagi.
Sampai kapan pemerintah akan diam saja dan menonton para mafia ini menari-nari di bumi pertiwi untuk menghancurkan generasi bangsa dengan bebas dan memperbudak Negara dengan mengorbankan nyawa yang sebenarnya hanya sebatas boneka untuk memperkuat eksistensi para mafia tersebut. Pada akhirnya semua kembali ke tangan rakyat, memilih utk apatis atau ikut turun tangan untuk berpartisipasi dalam pemberantasan mafia narkotika. (*)