Harianjateng.com- Negara Indonesia adalah negara kepulauan dan hampir dua per tiga dari negara ini merupakan lautan. Sejak zaman dahulu pula, jalur laut telah menjadi pusat dari perekonomian Indonesia, baik perdagangan maupun perikanan. Tidak heran jika ada yang menyebut Indonesia sebagai negara maritim.

Selain lautnya yang bermanfaat dari segi ekonomi, laut Indonesia juga terkenal dengan keindahan biota lautnya. Sebut saja Taman Nasional Bunaken, atau laut-laut di pulau-pulau kecil lainnya yang menyimpan ribuan ragam spesies laut dan terumbu karang.

Namun, ketergantungan manusia terhadap laut seringkali tidak diiringi dengan perawatannya. Ditambah dengan masalah pemanasan global, kondisi lautan di Indonesia dan dunia kini semakin terancam. Untungnya, banyak masyarakat yang peduli dan membuat sebuah gerakan untuk konservasi dan perlidungan lautan. Salah satu program pelestarian laut di dunia adalah Pew Marine Fellows.

Program Pew Marine Fellows kemudian melibatkan ilmuwan berbakat dan para pakar lainnya dalam menanggulangi berbagai ancaman terhadap kelautan dunia kita. Para Fellow diajak untuk menyampaikan aspirasi mereka tentang program pelestarian laut dan pekerjaan setiap individu dalam proyek ini adalah kunci untuk melindungi spesies serta habitat laut.

Sejak pertama kali diselenggarakan, program ini telah memberikan anugerah kepada 156 pakar kelautan di 37 negara, memperkaya inisiatif ini dengan keragaman perspektif mengenai bagaimana memberikan jaminan bagi masa depan kelautan. Tahun ini, para Fellow berasal dari sembilan negara. Penerima beasiswa mendapatkan 150.000 dolar AS masing-masing untuk proyek berjangka waktu tiga tahun yang dirancang untuk menanggulangi masalah-masalah pelestarian laut.

Di tahun 2017, Raymond Jakub, Manajer Implementasi Program di Rare Indonesia, terpilih menjadi salah satu dari Pew Marine Fellow yang akan mengembangkan perencanaan untuk menanggulangi masalah kelautan di daerah tertentu di Indonesia. Raymond Jakub sendiri telah mengumpulkan beberapa pemegang saham dari pemerintah, komunitas lokal, dan organisasi non-pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan industri perikanan melalui Rare Indonesia, sebuah organisasi pelestarian non-pemerintah yang bekerja di seluruh wilayah negara Indonesia.
Dalam kegiatannya, Raymond Jakub mengangkat isu mengenai nelayan Indonesia yang merupakan pengumpul skala kecil untuk nafkah sehari-hari dan tidak melaporkan hasil tangkapannya kepada pemerintah. Perkiraan terbaru memprediksi bahwa jika setiap nelayan menghasilkan tangkapan senilai dua pon (kurang-lebih satu kilogram), maka total ikan tidak tercatat yang ditangkap dari perairan Indonesia setiap tahunnya mencapai lebih dari 730.000 ton. Selisih ini menunjukkan adanya kompromi antara kemampuan pemerintah dan nelayan lokal dalam mengelola persediaan lokal yang berkelanjutan, sekaligus menunjukkan adanya risiko mendasar jangka panjang bagi mereka yang penghidupan sehari-harinya bergantung pada sumber daya kelautan.

Raymond Jakub akan menggunakan program Pew Marine Fellowship-nya ini untuk mengembangkan model perekaman tangkap ikan skala kecil yang fungsional dan dapat digunakan oleh nelayan lokal serta para pengelola dari institusi pemerintah. Ia juga akan membantu membuatkan sistem data industri penangkapan ikan bersama, termasuk buku pencatatan berbasis ilmu, dan menggunakan kampanye pemasaran medsos untuk mendorong komunitas-komunitas lokal dan para pejabat pemerintah untuk berpartisipasi.

Sejauh ini, program tersebut masih dalam proses impelementasi. Bersama dengan Rare Indonesia, Raymond Jakub akan mengembangkan dan mengimplementasikan Territorial Use Right for Fisheries yang sudah dibuat sebelumnya. Lebih lanjut, proyek ini akan mencakup wilayah-wilayah di Taman Nasional Karimunjawa (Jawa Tengah), Mayalibit Bay (Papua Barat), serta Taman Nasional Wakatobi dan Kolono (Sulawesi Tenggara).

Red-HJ99/

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini