Harianjateng.com- Berbicara tentang produk budaya Islam bangsa ini memang membutuhkan waktu yang sangat panjang, apalagi berbicara tentang tradisi lokal suatu daerah. Banyak peneliti yang penasaran untuk meneliti sebuah tradisi-tradisi unik di negeri ini. Kota Temanggung adalah salah satu kota yang local wisedomnya masih terjaga hingga sekarang. Melestarikan tradisi yang turun-temurun dari nenek moyang kita juga sangat penting, tak lain halnya juga menambah solidaritas dan gotong royong antar warga. Salah satu tradisi yang sampai kini masih dijalankan adalah tradisi nyadran, tradisi ini sampai sekarang terus dilestarikan karena memang masyarakat sudah mempercayai adanya tradisi nyadran ini.
Dalam buku Tradisi-Tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan ada salah satu tradisi unik yang dilakukan warga Temanggung yaitu Desa Purbosari dan Morobongo. Terkait dengan tradisi nyadran ini, Desa Purbosari, Ngadirejo mempunyai sebuah asal-usul menarik, yaitu terdapat mata air yang biasanya disebut Tuk Tempurung. Mata air ini mengaliri di beberapa desa sekitar desa-desa tersebut termasuk Desa Purbosari, mata air tersebut mengalir deras dan debitnya sangat besar, ajeg, dan terpelihara hingga sekarang. Dari adanya mata air tersebut maka salah satu cara warga untuk menjaga kearifan lokal tersebut diadakan nyadran setiap tahunnya.
Ritual Tradisi Tuk Tempurung diadakan tiga bulan sebelum pelaksanaan. Pelaksanaan dimulai dengan rapat/musyawarah seluruh kepala keluarga di Dusun Liyangan. Rapat tersebut tak lain halnya membahas rencana pelaksanaan nyadran, rangkaian kegiatan, rencana pendanaan, dan pembentukan panitia. Dalam membicarakan masalah dana, maka disini ada sisi solidaritas dari setiap warga, karena hal ini juga dikaitkan pula dengan kemampuan ekonomi setiap keluarga. Setelah itu panitia mempersiapkan yang berkaitan dengan nyadran dan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan mulai dari menghubungi kelompok-kelopmpok kesenian yang akan ditanggap seperti jaran kepang, tayub, karawitan, bahkan jika ada uang juga menanggap wayang.
Panitia juga menyiapkan tumpeng agung yang dibuat sebanya dua buah, yang satu menggambarkan tumpeng laki-laki dan yang satu tumpeng perempuan. Masyarakat Liyangan mempunyai pantangan-pantangan yang harus dipatuhi, salah satunya melakukan tradisi nyadran tersebut. Menurut mereka jika tidak melakukan ritual tersebut maka akan terjadi suatu hal yang tidak baik bagi masyarakat seperti wabah penyakit, gagal panen, bencana, dan lain sebagaiannya. Oleh karena itu mereka tidak berani melanggar pantangan tersebut. Adanya tradisi tersebut ternyata sudah ada sejak dulu sebelum adanya situs liyangan ditemukan, bahkan sejak Situs Liyangan ditemukan pada 2008 kemarin, namun daerah ini menjadi sangat terkenal dan menjadi destinasi wisata yang tak lain untuk belajar sejarah atau bahkan hanya sekadar melihat keindahan daerah sekitar.
Namun yang sangat menarik lagi bukan hanya Situs Liyangan tersebut, melainkan Tradisi Nyadran dari dua desa antara Purbosari dan Morobongo sangat berbeda, padahal jarak desa tersebut tidak teralalu jauh, tapi ya tetap berbeda adat istiadatnya. Jika Desa Purbosari terkenal dengan budayanya yang kental sedangakan Desa Morobongo hanya melakukan Tradisi Nyadran dengan sederhana karena dilihat dari subkultur desanya yang memang tidak mempunyai peninggalan sejarah zaman dahulu. Tapi ada satu hal juga yang menarik dari Tradisi Nyadran Desa Morobongo walaupun dirayakan dengan sederhana, yaitu masyarakat merayakan tradisi tersebut dengan semangat dan kompak dan dirayakan dengan pawai desa dengan pakaian sesuai tema yang ditentukan. Nah, dari hal tersebut terlihat sekali perbedaan dua desa yang berseberangan letaknya tersebut.
Tradisi Nyadran ini mempunyai nilai kearifan yaitu habluminnal (hubungan manusia dengan Allah SWT), hablumminal alam (hubungan manusia dengan alam), dan habluminannas (hubungan manusia dengan manusia). Nyadran adalah perwujudan dari ketidakberdayaan manusia jika tidak ada pihak-pihak tersebut.
Kekurangan Buku
Menurut saya kekurangan buku ini terletak pada kertas, karena kertasnya kurang baik. Maka dari itu pembaca tidak begitu tertarik untuk membaca. Lebih lagi tidak ada gambar-gambar pendukung dari tradisi tersebut.
Kelebihan Buku
Kelebihan dari buku ini, menurut saya dari konten yang terpapar sangat memuaskan pembaca, karena dengan adanya buku ini masyarakat lebih mengetahui kebudayaan antar dua desa yang jarak desanya tak jauh tapi tetap berbeda adat-istiadatnya.
Biodata Buku
Nama Penulis : Tim PAI I A STAINU Temanggung
Nama Editor : Hamidulloh Ibda
ISBN : 978-602-50566-4-2
Penerbit : Forum Muda Cendekia (Formaci)
Tahun Terbit : 2019
Cetakan dan Tebal : 21 x 14 cm, xii + 260 halaman
Harga : 60.000
Red-HJ99/ Laeli Zzakiyah