Kendal, Harianjateng.com- “Bu, bisa nggak saya punya buku seperti Bu Nita, ujar Olla salah seorang siswa ketika selesai membaca buku yang saya tulis di meja kelas. ‘Saya bisa menuliskan sebuah buku karena saya suka membaca’,” jelas Ibu Diannita, guru SDN 2 Sukorejo Kendal ketika menjawab pertanyaan Olla.
Siswa SD di Kecamatan pinggiran Kabupaten Kendal ini tidak mau kalah dengan sekolah perkotaan. Setelah mendapatkan pelatihan Modul 1 Program Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran (PINTAR) Tanoto Foundation tentang budaya baca, Ibu Diannita mulai konsisten menerapkan pembiasaan membaca di kelas untuk meningkatkan motivasi siswa dalam membaca dan menambah perbendaharaan kata.
“Sebelum pelatihan budaya baca Tanoto Foundation, saya masih tidak konsisten melakukan kegiatan membaca buku. Saya masih belum mengetahui banyak manfaat dari membaca buku bacaan selain buku pelajaran. Kini, kegiatan membaca buku bacaan sudah kami laksanakan setiap hari,” kenang Bu Diannita. Dirinya mengaku terinspirasi untuk mengajak siswa menulis buku dalam bentuk kumpulan cerita pendek atau cerpen.
Langkah yang Bu Diannita laksanakan yaitu, Sebelum siswa belajar menulis cerpen, siswa dibiasakan untuk menuliskan kembali penggalan buku yang telah mereka baca pada kegiatan membaca di pagi hari. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk menyusun kalimat atau cerita baru. Dengan mengungkapkan kembali, siswa masih dapat menggunakan beberapa kata atau kalimat dari bacaan yang mereka baca.
Dia juga meminta siswa menuliskan kegiatan harian yang mereka lakukan. Hal ini untuk menggali dan mengenalkan siswa pada potensi menulis mereka. Setiap siswa memiliki kemampuan menulis, namun terkadang mereka tidak tahu harus memulai dari mana. Melalui kegiatan menuliskan pengalaman atau kegiatan sehari-hari, proses menulis siswa menjadi terarah.
Pada kegiatan penulisan, siswa ditugaskan menulis cerpen sesuai dengan kemampuannya. Penulisan cerpen ini tidak dibatasi jumlah kata minimal atau maksimal. Siswa dibiarkan bebas menulis yang ingin mereka tuliskan. “Saya tidak begitu mempermasalahkan penggunaan ejaan dan tanda baca. Biarkan mereka menulis dulu. Pembenahan ejaan dan tanda baca dapat saya lakukan sendiri dengan memberikan bimbingan secara individu kepada siswa. Hal ini saya lakukan untuk menghindari rasa frustasi atau siswa akan menyerah ketika karya mereka masih banyak kekurangan,” jelas perempuan yang punya hobi menulis ini.
Seperti ketika dia menulis, dia tulis dulu apa yang ingin ditulis. Benar dan salahnya tulisan akan dibenahi setelah semua ide tersalurkan. Dalam penulisan cerpen ini, siswa menuliskan ide dasar mereka di sekolah. Untuk penyelesaian naskah mereka bisa lakukan dimanapun, baik saat istirahat atau waktu senggang lain. “Saya tetap memantau dengan menanyakan perkembangan tulisan mereka. Unsur pembelajaran aktif MIKiR dari pelatihan PINTAR saya terapkan dalam proses ini,” kata Bu Dian.
Mengalami muncul ketika siswa menulis ide dasar sampai pada menulis cerpen utuh. Interaksi dilakukan ketika memberikan bimbingan penulisan. Komunikasi dilakukan ketika mereka membacakan cerpen karya mereka di depan kelas. Sedangkan Refleksi muncul dalam setiap proses penulisan sampai menghasilkan karya cerpen.
Model pembelajaran yang dilakukan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek karena untuk menghasilkan sebuah cerpen utuh tidak dapat dilakukan dalam satu kali proses pembelajaran.
Dampak dari penulisan cerpen ini ternyata menambah motivasi bagi siswa lain yang belum menulis untuk bisa dan berani menulis karya. Bagi siswa yang sudah berperan dalam penulisan antologi cerpen ini, keinginan untuk menulis akan lebih meningkat.
Dampak lain yang ditimbulkan adalah dampak yang berpengaruh pada guru. Guru lain yang membaca karya ini menjadi termotivasi untuk membimbing siswa-siswa mereka dalam menghasilkan suatu karya. Guru juga lebih termotivasi untuk mengeksplore kemampuan siswa-siswa mereka. Orang tua siswa juga merasa bangga ketika karya anak-anak mereka diterbitkan menjadi sebuah buku. Selama ini, karya anak-anak mereka hanya sekadar dipajang pada mading kelas atau mading sekolah saja.
“Aku merasa sangat senang ketika tulisanku dan teman-teman dijadikan buku. Kami jadi merasa percaya diri ketika menulis. Melalui penerbitan buku ini, kami bisa membuktikan kalau kami juga bisa menulis seperti Bu Nita. Kesulitan yang kami alami adalah ketika kami mencari ide awal penulisan. Tapi setelah dibimbing, kami jadi tahu apa yang harus kami tuliskan”, ujar Tatya, salah satu penulis dalam karya antologi cerpen ini.
Antologi cerpen ini ditulis oleh tujuh belas siswa kelas VB. Tiap siswa ada yang menuliskan 1 karya, 2 karya, bahkan ada yang 3 karya. Setelah penerbitan karya ini, sebagian dari mereka berkeinginan untuk menuliskan karya dengan penulis tunggal. Hal ini tentu saja menjadi tantangan bagi saya dan mereka.
Hasil dari proses ini adalah cerpen yang beraneka tema dan gaya penulisan yang berbeda. Untuk sampai pada proses penerbitan, karya siswa tidak langsung bisa dicetak. Ibu Dian membantu menyunting karya mereka. Selanjutnya di tawarkan kepada penerbit. Setelah proses editing selesai, pihak penerbit mengajukan ISBN buku. Buku ini di cetak berISBN karena akan memberikan kebanggaan tersendiri bagi siswa karena buku karya mereka telah terdaftar di perpustakaan nasional.
Red-HJ99/KM