Temanggung, Harianjateng.com – Saat orientasi studi pengenalan kampus (Ospek), panitia berhasil melaunching buku bertajuk “Penguatan Aswaja Annadhliyah melalui Literasi Kampus” yang diterbitkan CV. Pilar Nusantara. Buku itu merupakan karya panitia Ospek sebagai produk literasi sebagai visi BEM STAINU Temanggung periode ini.
Presiden BEM STAINU Temanggung, Wahyu Egi Widayat mengatakan buku yang diedit Hamidulloh Ibda tersebut dibagikan kepada mahasiswa peserta Ospek untuk diresensi sebagai syarat terakhir pengambilan sertifikat. “Selain itu, semua peserta Ospek juga sudah kami tugaskan untuk menulis puisi, hasilnya nanti akan kami jadikan buku antologi puisi,” kata dia, Kamis (22/8/2019).
Dalam prakatanya, Ketua STAINU Temanggung Dr. H. Muh Baehaqi, mengatakan bahwa buku tersebut menjadi sejarah bagi beberapa elemen. Pertama, bagi STAINU Temanggung sendiri karena baru pertama kali ada buku yang dikhususnya untuk acara Ospek. Kedua, bagi mahasiswa, BEM atau Panitia Ospek, karena buku ini ditulis mereka sebagai hadiah intelektual untuk mahasiswa baru. Ketiga, bagi mahasiswa baru, karena baru kali ini ada buku khusus yang diperuntukkan atau disuguhkan saat pertama kali Ospek.
“Kampus merespon positif apa yang ditulis anak-anak kami ini. Ketika mahasiswa baru datang ke kampus STAINU ini tentu akan berkesan dan menjadi pengalaman indah yang selalu akan terkenang di kening. Jika kenangan itu bagus, berkualitas, tentu mahasiswa baru juga berkualitas. Begitu sebaliknya, ketika yang datang pertama kali ke kampus justru yang disuguhkan tidak berkualitas, maka kesan negatif akan selalu menempel,” jelasnya.
Terpisah, editor buku Hamidulloh Ibda mengatakan bahwa mengedit buku tersebut bukan perkara mudah. “Selain memahami isi yang ditulis dari mahasiswa dengan latarbekalang berbeda, banyak sekali beberapa catatan yang perlu disampaikan di prolog ini. Pertama, tema besar mengangkat Aswaja Annahdliyah dan literasi kampus, namun korelasi antardua variabel ini masih minim analisis. Kita dapat membacanya dari ketiga sub-bab yang disuguhkan dalam buku ini,” kata dia.
Kedua, kata dia, pemahaman mahasiswa yang telah dituangkan dalam bentuk tulisan ini masih sebatas duplikasi dari beberapa sumber literasi. Harapan saya, ada ide-ide bernas yang lahir dari mereka khususnya dari hasil membaca dan diskusi. “Bahkan, ada beberapa konten yang paradoks dengan tema besar yang diangkat. Saya lihat, hasil tulisan ini masih lemah analisisnya, sehingga terkesan ide-ide yang tertuang masih “mendompleng” ide orang atau penulis lain yang dirujuk,” kata penulis buku Sing Penting NUlis Terus tersebut.
“Ketiga, pemahaman tentang Aswaja Annahdliyah tidak sekadar ritus, sakramen, liturgi, atau amaliyah seja. Akan tetapi, harus komprehensif pada akidah, fikrah, dan harakah. Dalam buku ini, hanya sedikit artikel yang mengomparasikan aspek Aswaja Annahdliyah tersebut. Artinya, Aswaja Annadhliyah tidak sekadar tahlilan, manakiban, atau amaliyah lainnya, melainkan sudah menjadi manhajul fikr, sudah menjadi paradigma keilmuwan,” beber peraih Juara I Lomba Artikel Kemdikbud 2019 tersebut.
Ketika Aswaja Annadhliyah sudah menjadi paradigma keilmuwan, kata dia, maka semua aktivitas akademik dari aspek Tridharma Perguruan Tinggi akan bercorak Aswaja Annahdliyah seutuhnya. Penyuguhan empat aspek itu tidak boleh jika sekadar “berbasis”, “berwawasan”, melainkan harus “bersumber” dari Aswaja Annahdliyah. Jika sudah demikian, maka mau aspek kompetensi, karakter, literasi, atau lainnya akan menjadikan Aswaja Annadhliyah sebagai rujukan paripurna.
“Keempat, literasi baru yang ditulis sedikit dalam buku ini perlu ditindaklanjuti. Sebab, paradigma mahasiswa bahkan hampir semua elemen pendidikan memang masih terseok-seok menuruti dan mengimbang literasi lama (membaca, menulis, berhitung). Padahal, era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 menuntut semua warga kampus untuk menguasai literasi baru yaitu literasi data, literasi teknologi, dan literasi manusia (SDM). Ketiga literasi baru ini menjadi acuan dalam meramu Aswaja Annahdliyah ke dunia akademik yang makin banyak tantangan saat ini,” papar pimred Majalah Ma’arif PWNU Jawa Tengah tersebut.
Untuk itulah, lanjut dia, literasi yang dikonsep, dikuatkan, dan diimplementasikan di kampus Aswaja seperti STAINU Temanggung harus benar-benar dapat melahirkan sebuah paradigma keilmuwan yang bersumber dari Aswaja Annahdliyah. “Tidak cukup jika hanya dari mata kuliah Aswaja Annahdliyah, Sejarah Pemikiran dan Perkembangan NU, dan Islam Nusantara, namun semua kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi harus bersumber dari Aswaja Annahdliyah,” pungkas dia.
Red-HJ99/ADM