Jakarta, Harianjateng.com – Anggota MPR dari unsur DPD RI, Dr. Abdul Kholik, S.H., M.H., mendorong agar MPR ke depan bisa menyelesaikan tugas-tugas yang selama ini masih belum optimal. Hal itu disampaikan, sebab, saat ini ada penambahan struktur kepemimpinan MPR yang cukup besar.
Ia berpendapat bahwa, demi mewujudkan MPR sebagai rumah kebangsaan dituntut untuk mampu menyelesaikan berbagai persoalan kebangsaan. Berkaca pada hasil rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019, menurut Kholik, substansinya masih sama.
“Ada tiga hal yang tidak tercapai yaitu satu pernyataan sistem ketatanegaraan yang di dalamnya adalah termasuk kebutuhan mengamandeman UUD untuk bisa mendorong sinergitas dan efektivitas lembaga negara,” tutur Abdul Kholik saat ditemui di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
“Kedua adalah bagaimana memfungsikan kembali GBHN. Terakhir, memperkuat status hukum terkait ketetapan MPR,” lanjutnya.
Menurutnya, tiga hal tersebut hampir dua periode diperjuangkan. Artinya sudah 10 tahun lebih berputar-putar dengan sumber daya yang cukup besar, tapi belum ada hasil yang cukup signifikan.
Abdul Kholik juga menjelaskan, ada fakta yuridis amandemen revisi UU MD3 yang melahirkan kepemimpinan MPR dengan jumlah yang lebih banyak, sehingga menuntut kinerja yang lebih optimal. Selain itu, saat ini ada alat kelengkapan MPR yakni Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Konstitusi.
”Sebenarnya kalau mengacu Pasal 5 UU MD3 tentang tugas MPR melakukan kajian konsitusi dan kenegaraan, mestinya lembaga ini dijadikan alat kelengkapan mandiri masing-masing,” tuturnya.
Ia berharap dengan adanya Badan Pengkajian bisa menjadi dua, yaitu yang pertama Badan Pengkajian Ketatanegaraan yang bertugas melakukan kajian dan upaya penyempurnaan sistem ketatanegaraan, kinerja lembaga negara, dan hubungan lembaga negara. Kedua, dibentuknya Badan Pengkajian Konstitusi yang tugasnya melakukan kajian terhadap norma konstitusi dan turunannya dalam UU dan peraturan berikutnya, serta input balik dari turunan konstitusi. Termasuk kebutuhan mengenai amandemen konstitusi.
”Dengan penguatan ini, maka kemungkinan akan lebih mendorong kinerja MPR kaitannya dengan tiga hal tadi. Rekomendasi bisa lebih dioptimalkan sekaligus juga pimpinan MPR itu lebih memiliki alur tupoksi yang lebih jelas karena alat kelengkapannya menyesuaikan. Jadi alat kelengkapan MPR harus direstrukturisasi. Ini hal baru,” kata DPD RI Jawa Tengah tersebut.
Ia juga mengungkapkan, ada sepuluh pimpinan MPR yang baru telah dilantik pada 3 April 2019 kemarin. Jumlah pimpinan MPR Periode 2019-2024 lebih banyak dari sebelumnya, yaitu delapan orang menjadi sepuluh orang, diantaranya adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo dari Partai Golkar, dan sembilan wakil ketua, yakni Ahmad Basarah (PDIP) Jazilul Fawaid (PKB), Hidayat Nur Wahid (PKS, Arsul Sani (PPP), Lestari Moerdijat (Nasdem), Syarif Hasan (Demokrat), Zulkifli Hasan (PAN), Ahmad Muzani (Gerindra) dan Fadel Muhammad dari Kelompok DPD.
Perlu diketahui, usai pelantikan, Ketua MPR Bambang Soesatyo langsung membentuk badan dan komite kelengkapan sesaat setelah dinyatakan terpilih dalam sidang paripurna. Bambang
Soesatyo menawarkan pembentukan empat kelengkapan kepada seluruh anggota MPR, dan langsung disetujui yakni Badan Sosialisasi, Badan Pengkajian, Badan Penganggaran, dan Komisi Kajian Ketatanegaraan.
Red-HJ99/HI