Rembang, Harianjateng.com- Sengketa Pemilihan Kepala Desa di sejumlah desa Kabupaten Rembang terdapat banyak kontroversi. Mulai dari sistem yang diduga salah dalam menjalankannya, sampai praktek-praktek menjatuhkan kompetitor dengan mengondisikan panitia sehingga muncul kandidat boneka.
Hampir semua desa sudah kembali kepada asas demokrasi yaitu mengembalikan hak warga yang awalnya akan dihambat dalam proses pencalonan menjadi terbuka dan transparan. Dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan kerukunan agar tidak timbul perpecahan. Namun ada satu desa sampai berita ini turun, belum ada itikad baik dari masing-masing pihak. Sehingga sampai audiensi di Pemkab gagal.
Hal ini disikapi serius oleh Ketua Himpunan Mahasiswa Rembang Jawa Tengah, Nur Hamdi. Menurut Hamdi, proses dinamika Pilkades di Kabupaten Rembang mendapatkan perhatian khusus bagi warga Rembang termasuk para pemuda dan mahasiswa.
“Kasus Pilkades di Kabupaten Rembang ini sangat menarik untuk diteliti. Selain antusias warga yang sangat luar bisa dalam proses demokrasinya, tetapi ada banyak juga kejanggalan yang timbul,” ujar Hamdi, Senin (21/10/2019).
Hamdi menyatakan, saat desa lain menyadari, persatuan dan kemaslahatan adalah hal yang paling fundamental untuk dinomor satukan di atas kepentingan lain sehingga mengembalikan hak warga desanya secara terbuka dan transparan untuk maju berkompetisi, namun ada satu desa yang terbilang masih menggunakan cara jahiliyah.
“Kami melihat desa Menoro dengan antusias warganya, namun secara sistem seolah-olah Pilkades ingin dikuasai boleh salah satu kelompok sehingga warga dan masyarakat lain kehilangan hak demokrasinya,” ujarnya.
Menurut Hamdi, saat audiensi di Pemkab juga nihil solusi. Pemkab tidak berdaya dalam menjalankan fungsinya. Pemkab seolah-olah lepas tangan sehingga kasus sengketa ini semakin besar. Hal ini sangat disayangkan oleh semua pihak. Termasuk warga Rembang.
“Sebenarnya kasus ini penyelesaiannya tingkat kecamatan sudah selesai. Mengagetkan lagi saat naik di Pemkab sengketa ini tidak bisa diselesaikan. Sengketa yang sebenarnya remeh tetapi pemkab tidak mampu menyelesaikan,” tutur dia.
Menurut Hamdi, kabarnya sengketa ini sudah naik di PTUN. Tentu pukulan telak bagi pemkab. Ini seolah memperlihatkan wajah Pemerintah Rembang yang miskin solusi. Sehingga membiarkan sengketa yang receh ini bisa naik ke PTUN.
“Kalau pemkab niatnya awal sudah tegas, menengahi, memberi solusi serta mencari benang masalah sehingga diputuskan dengan bijak, tentunya tidak mungkin menjadi seperti ini,” ujar Hamdi.
Pemkab tidak melihat segi kemaslahatan, serta kerugian yang ditanggungnya. Dengan adanya sengketa itu, Rembang menjadi tidak kondusif, menimbulkan perpecahan di bawah serta berdampak kepercayaan dari masyarakat kepada para pejabat kabupaten Rembang berkurang.
“Hal inilah yang harusnya diantisipasi, semua harus dingin dan bijaksana. Jangan sampai Bupati dan jajarannya dilihat oleh masyarakat merupakan orang yang tidak bijak karena tidak mampu menyelesaikan masalah receh ini,” tutup Hamdi
Red-HJ99/Hi