Kendal, Harianjateng.com- Kementerian Agama Republik Indonesia berkerjasama dengan Asosiasi Pendidikan Diniyah Formal (ASPENDIF) melakukan konsolidasi kepada anggota Aspendif dengan mengadakan penguatan tradisi literasi dan sanad keilmuan ustadz pendidikan diniyah formal, yang laksanakan di Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
Konsolidasi tersebut akan berlangsung selama 5 hari, mulai tanggal 18-22 Desember 2019. Kegiatan ini akan diisi oleh KH. M.Sholahuddin Humaidullah Irfan dari Pengasuh Pondok Pesantren Salaf APIK Kauman Kaliwungu dengan materi Penguatan Sanad Keilmuan Guru, KH. M. Ruwaifi Mawardi dengan materi Ilmu Hadits, KH. Dimyati Rois, Al-Fadhlu Kaliwungu dengan materi Akhlaq Tasawuf, Prof. H. Imam Taufiq, Rektor UIN Walisongo dan Prof. H. Mudjahirin Thohir Antropologi UNDIP akan memaparkan materi tentang Pengutan Tradisi Literasi.
Ketua ASPENDIF, KH. Fadhlullah Turmudzi menjelaskan bahwa, awalnya pesantren di luar Jawa penasaran dengan kajian di Jawa seperti apa kajian di Jawa, ada persamaannya atau tidak. “Kajian/tren kitab kuning masing-masing pesantren memiliki ciri khas sendiri, mulai dari kitabnya, cara mengajarnya, hingga cara belajarnya. Maka, perlu dipertemukan antara satu pesantren satu dengan yang lainnya. Terlihat keseragaman ternyata diketahui dengan pertemuan semacam ini,” ujarnya, Jumat (20/12/2019).
Kemudian, KH.M. Sholahuddin Humaidullah Irfan dalam sambutannya menceritakan bahwa, tempat ini, dulu saat KH. Dimyati Rois menjadi Kepala Pondok APIK Banyak dikhatamkan kitab-kitab seperti Shohih Bukhori, Muslim, Abi Dawud dan lain sebagainya.
KH. Sholahuddin menuturkan, keberadaan pesantren harus turut menjadi garda terdepan untuk menjadi bagian mempertahankan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Direktur Pondok Pesantren dan Diniyah Kementerian Agama, Dr. H. Ahmad Jayadi, M. Pd., pada kegitan itu mengatakan, kegiatan ini baru saja diselenggarakan, dan pertemuan ini akan dilaksanakan rutin diberbagai daerah. Pada tahun 2019 sudah terdapat 83 lembaga yang telah aktif di berbagai penjuru Indonesia.
“Sejak awal PDF ini yaitu pada tahun 2015 kita punya komitmen untuk menguatkan instrumen kelembagaan yang strategis dalam tafaqquh fiddin (memperdalam ilmu agama). Termasuk nanti mendampingi kapasitas pengajar. Ruhul mudarris ahammu minal mudarris (spiritual pengajar lebih penting dari pengajar itu sendiri). Inilah yang menjadi hal penting,” H. Ahmad.
Direktur Pondok Pesantren dan Diniyah Kementerian Agama tersebut mengungkapkan, tradisi akademik dan nilai-nilai budaya pondok pesantren harus seimbang antara keduanya. Tanpa penguatan nilai-nilai budaya pesantren akan terlihat kering.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah, H. Taj Yasin Maemoen yang hadir dalam kesempatan itu menyampaikan, “kegiatan seperti harus lebih bergaung di luar pesantren, selain itu, dengan terbitnya Undang-Undang no.18 Tahun 2019 tentang Pesantren kita menunggu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama”.
Terkait ruh kajian literasi kitab kuning menjadi landasan utama dalam diri santri. Untaian ilmu adalah implementasi wujud keberagamaan santri. Maka akidah, muamalah dan syariah serta akhlaknya akan benar.
Selain itu, guru sendiri mengembangkan literasi di masing-masing pesantren. Harapannya kegiatan ini, peserta tak meninggalkan pesan-pesan salafus shalih di sosial media dan gagasan terhadap salafus shalih.
Red-HJ99/HR