Demak, Harianjateng.com – Tuti Nur Asih warga Purwonegaran, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Laweyan Kota Surakarta mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Negeri Demak.
Hal itu dikarenakan pihaknya merasa tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah dalam proses pembesan lahan untuk pembangunan fly over di Kembangarum Mranggen Demak, Jawa Tengah.
Tuti memiliki tanah seluas 116 meter di Kembangarum Mranggen, dan 15 meter terkena rencana proyek pembangunan fly over Jalan Raya Semarang-Grobogan, yakni di perlintasan rel kereta api Ganefo Mranggen Demak.
Tuti telah mengajukan permohonan keberatan atas bentuk dan atau ganti rugi ke Pengadilan Negeri Demak tertanggal 21 Januari 2020 lalu, dengan didampingi penasehat hukumnya dari Kantor Hukum Gijanto SH MH & Partner yakni Advokat Dewang Purnama SH MH.
Advokat Dewang Purnama SH MH mengatakan, kliennya yakni Tuti Nur Asih menuntut agar tanah yang dibebaskan tidak hanya 15 meter persegi saja, namun semua tanah miliknya yakni 116 meter persegi. Jika tidak dibebaskan, nantinya, tanah yang tersisa yakni 101 meter persegi menjadi menjadi tanah yang tidak produktif. Apa yang dilakukan Tuti mengacu pasal 35 UU No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan umum.
“Permohonanya adalah tanah Ibu Tuti dibebaskan semua. Sisa 101 meter persegi juga sekalian dibebaskan. Soal besaran harga yang diputuskan pemerintah (Rp.7.782.000 / meter persegi) bisa menerima,” kata Dewang Purnama, kepada sejumlah media, Selasa (11/2/2020) kemarin.
Dikatakan Dewang, saat ini tanah dan bangunannya sedang dikontrak seseorang selama 10 tahun dengan harga Rp 7,5 juta / pertahun (Rp 75 juta) untuk usaha service AC dan baru berjalan lima tahun. Tahu lahan itu akan dibebaskan untuk pembangunan flay over, maka pengontrak langsung menyatakan tidak mau melanjutkan usahanya dan meminta kembalian dana kontrak selama 5 tahun. Tanah seluas 15 meter yang akan dibebaskan itu selama menjadi lahan parkir pelanggan service AC.
“Pengontrak tidak mau melanjutkan karena tidak ada tempat parkir. Dia memperkirakan setelah ada fly over usahanya akan sepi, sehingga dia pilih pindah dan meminta pengembalian uang kontrak. Bu Tuti sangat dirugikan,” ujar Dewang.
Dewang menambahkan, jika flay over sudah jadi, maka letak tanah tersebut berada di bawah jembatan layang. Dan itu akan membuat tanah dan bangunan itu menjadi ‘mati’ atau tidak produktif lagi. Tidak akan ada yang mau menyewa lagi karena tidak bagus untuk usaha.
“Nanti tanah itu tidak ada yang mau ngontrak, karena posisinya sudah tidak menguntungkan. Demi keadilan dan rasa kemanusiaan, Bu Tuti pengajukan permohonan agar tanah seluas 101 meter persegi ikut dibebaskan,” katanya menegaskan.
Adapun permohonan keberatan ditujukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI C.q kantor wilayah BPN Jateng, C.q kantor BPN Demak (termohon I). Kemudian Kementerian PUPR C.q Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Demak (Termohon II).
“Harapan kami majelis hakim dapat memberikan keadilan dalam memutus perkara gugatan keberatan ini,” pungkasnya.
Red-HJ99/OV