Jakarta, Harianjateng.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan persetujuan DPR dan Pemerintah (Mendagri) memutuskan akan melanjutkan tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang ditetapkan pada tanggal 9 Desember, mulai tanggal 15 Juni 2020. Di tengah pandemi Covid 19 yang masih terus menyebar ke berbagai daerah, putusan tersebut berisiko tinggi menjadi sarana penyebaran wabah. Banyak daerah masih dalam status tanggap darurat bencana, dan jumlah kasus positif Cofid 19 masih terus meningkat. Sulit diterima apabila dalam kondisi seperti itu, dibuka kembali tahapan Pilkada.
Sejumlah tahapan Pilkada seperti penyusunan daftar pemilih, mengharuskan adanya pertemuan langsung dengan cara mendatangi rumah ke rumah untuk pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih. Jika hal ini dilakukan dipastikan resiko penyebaran virus meningkat. Baik petugas PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) maupun pemilih terancam tertular atau menularkan. Tahapan yang juga riskan adalah pengecekan dukungan calon independen yang juga menggunakan model sensus, dan petugas harus mengecek keabsahan dukungan langsung ke rumah warga. Merujuk jadwal Pilkada yang dikeluarkan KPU, kedua tahapan ini berjalan di masa awal sekitar Juni-Juli dimana kondisi pandemi masih berlangsung.
Menurut Wakil Ketua Komite I DPD RI, Abdul Kholik, KPU sebagai penanggungjawab Pilkada semestinya memastikan dulu tata cara Pilkada di era pandemi. Baru bicara tahapan Pilkada. Yang terjadi sebaliknya, KPU menyiapkan tahapan Pilkada sementara Peraturan KPU tentang Teknis Pilkada di era pandemi belum disiapkan.
“Jika tetap dipaksakan, resiko ada pada penyelenggara Pilkada di tingkat daerah. Mereka menjadi ujung tombak, sementara KPU Pusat hanya meregulasi dan mensupervisi. Jangan sampai terulang, banyak korban terjadi di tingkat penyelenggara terbawah seperti Pemilu tahun 2019,” ujar Abdul Kholik, Rabu (03/06/2020).
Dengan resiko yang begitu tinggi, lanjut Kholik, akan terpapar virus, maka harus dipastikan perlindungan dan pengamanan Penyelenggara Pemilu sampai tingkatan yang paling bawah. Berdasarkan pemantauan ke lapangan KPU di daerah meskipun menyatakan kesiapan masih ada kekhawatiran mengenai keamanan dan keselamatan diri mereka. Apalagi mereka tidak memiliki perlindungan seperti asuransi untuk menghadapi resiko di lapangan.
“Maka dari itu, DPD, melalui Komite I berpandangan tidak tepat dan tidak setuju memaksakan penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember Tahun 2020. Selama pandemi masih berlangsung tidak tepat bicara Pilkada. Hal itu mengkhawatirkan keselamatan penyelenggara dan masyarakat pemilih. Jangan sampai demi kepentingan politik keselamatan penyelenggara Pilkada di tingkat bawah dan warga dikorbankan,” tegas Wakil Ketua Komite I DPD RI tersebut.
Red-HJ99/KM