Jakarta, Harianjateng.com- Pandemi wabah virus Covid-19 ini menjadi sebuah ujian buat kita semua dan tantangan bagaimana kita mengatasinya. Sejauh ini kita ketahui bersama bahwa Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 12 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional di negara Indonesia masih ditetapkan darurat nasional hingga saat ini belum dicabut.

 

Walaupun saat ini sebagian daerah sudah melakukan konsep new normal, namun masih banyak daerah yang angka penyebaran Covid-19 terus meningkat, jadi situasinya belum semuanya aman, termasuk jika kita melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di tahun 2020.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr. Abdul Kholik, S.H., M.Si., pada diskusinya dengan Koran Jakarta melalui daring, Kamis (25/06/2020).

“Kami dari DPD berpandangan kalau di tengah pandemi menggelar Pilkada, sangat berisiko, karena Pilkada itu isinya mobilisasi masa, dan ini bertentangan, dimana saat ini kita harus menjaga jarak, tinggal di rumah dan mengurangi pertemuan, tetapi yang satu ini justru harus melakukan banyak pertemuan dengan melakukan dialog, menyampaikan visi misi dan lain sebagainya,” ujar DPD RI Perwakilan Dapil Jateng tersebut.

Menurutnya jika Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun ini, selain beresiko tinggi penyebaran covid-19, juga ada implikasi pembengkakan pada biaya di KPU terkait Alat Pelindung Diri (APD), Rapid Test, dan lain-lain, KPU juga akan memperkecil Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang mana sebenarnya saat ini tahapanya sudah jalan dan sudah diseting oleh KPU daerah dengan jumlah pemilih kisaranya 800 orang pemilih, namun dimasa pandemi ini tidak boleh lebih dari 400 orang pemilih, maka kemudian dibongkar lagi TPS-nya dan anggarannya membengkak, petugasnya bertambah, sehingga KPU kembali mengajukan anggaran sebesar 4,7 Trilliun. Padahal jika dilaksanakan di tahun 2021, DPD punya itung-itungan bisa lebih hemat 2 Trilliun.

“Jadi komplikasinya banyak sekali, yaitu resiko penyebaran wabah, anggranya membengkak, dan belum tentu meski menggunakan APD keselamatan dan keamanan masyarakat terjamin. Kemarin kita mendengar dokter dan perawat di rumah sakit dengan prosedur tetap masih tertular, jadi menurut kami resikonya tetap tinggi,” tuturnya.

Wakil Ketua Komite I DPD RI tersebut juga mengatakan, Provinsi Bali yang mana dalam penanganan Covid-19 peringkat nomer 2, dan di sana ada 8 daerah yang akan melaksanakan Pilkada, hasil dalam pembahasan Forkopimda, Senator yang berasal dari Bali pada Paripurna menyampaikan ingin melaksanakan Pilkada di tahun 2021. Gubernur Provinsi Jawa Barat juga mengatakan hal yang sama. Selain itu, ada juga penyampaian dari Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, bahwa bupati yang saat ini masih menjabat merupakan calon kuat, ia menyampaikan jika Pilkada tetap dipaksakan pada tahun ini, maka ia tidak akan ikut mencalonkan diri sebagai Bupati Wonogiri, karena mengatasi pandemi virus ini repot, mau ditambah urusan Pilkada.

“Saya kira hal-hal seperti ini harus kita tangkap, dan harus kita jadikan pertimbangan yang betul-betul matang buat pemerintah, tapi jika pemerintah, DPR dan KPU tetap berjalan, namun DPD dengan sikapnya tetap bertahan dengan pelaksanaan Pilkada di 2021 dan menolak Pilkada Desember tahun 2020. Mudah-mudahan ini akan menjadi bagian dari kontrol kami kepada KPU, DPR dan Mendagri agar berhati-hati dan menjadi worning yang melekat, walaupun Pilkada tetap dilaksanakan semua dengan protap ektra hati-hati.
Semua ini kami lakukan hanya ingin menjadi bagian dari pemerintah yang mengutamakan kepentingan keselamatan dan keamanan masyarakat,” terang Dr. Abdul Kholik.

Red-HJ99/HR

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News