Herbal rempah. Foto Pixabay/VisionPics
Herbal rempah. Foto Pixabay/VisionPics

500 Tahun lalu, para begundal kolonial merampok rempah kita untuk hidup di negara mereka. 400 Tahun lalu, para penjajah merampok herbal kita untuk menyehatkan istri, gundik dan keturunan mereka.

300 Tahun lalu, para perampok asing mencuri SDA kita untuk membangun kota-kota mereka. 200 Tahun lalu, para penjahat memerkosa kawan-kawan kita untuk menegaskan era perbudakan internasional. 100 Tahun lalu, mereka menipu kita dengan kurikulum, ilmu, agama dan kebudayaan palsu demi sesembahan dan inlanderitas kita terhadap mereka.

Mengulang 500 tahun lalu, para penjajah kini sibuk memetakan harta karun kita yang tak habis-habis dalam rangka memastikan 1000 tahun penjajahan ke depan. Mereka bersiap menjarah masa depan kita!

Kita tahu, sejarah gigantik herbal dan rempah pada masa purba akan kembali muncul. Media internasional telah memunculkan hasil riset mengenai komoditas itu. Bedanya, bila dulu informasi khasiatnya masih campur aduk dengan mitos, kini akan dipastikan manfaatnya bagi tubuh dan peradaban dunia. Herbal-rempah akan masuk dalam piramida makanan manusia yang kongkrit dan jenius.

Perburuan herbal-rempah telah mengubah dunia. Globalisasi awal terjadi karenanya. Pelayaran-pelayaran mengelilingi dunia dilakukan karena memburu komoditas ini. Sejarah itu terjadi berabad-abad lalu. Penjajahan, penguasaan wilayah dan perbudakan muncul karenanya. Kini arus besar untuk menguasainya sudah mulai muncul kembali.

Lalu, di manakah kita dan mau apa dengan masa depan ini?

Mari mulai satu-satu. Pertama, lahirkan revolusi kesadaran dan pengetahuan. Peta pengetahuan ini termasuk paham bahwa kita adalah negara terkaya jenis tanaman obat (rempah dan herbal).

Kini, lebih dari 300 jenis tanaman potensial untuk dimanfaatkan sebagai ramuan obat, senjata dan pertahanan. Yang paling dahsyat sesungguhnya nilai komersilnya. Dalam riset yang kami lakukan, potensi sumberdaya ini sekitar 1000 Triliyun per tahun. Plus, program ini mampu menyerap 3 juta tenaga kerja.

Sebagian khasiat dari tanaman-tanaman itu sudah dibuktikan melalui uji klinis dan hasilnya positif.

Memang, tidak semua bagian dari tanaman obat bisa dimanfaatkan sebagai bahan ramuan obat. Misalnya, tanaman jahe, kunyit, dan temulawak hanya bagian rimpang-nyalah yang berkhasiat. Nanas, jeruk nipis, dan belimbing lebih banyak dimanfaatkan buahnya untuk obat. Bagian tanaman berguna lainnya di kulit, batang, akar, biji, getah dan daun.

Di atas segalanya, herbal dan rempah ini melimpah dan mengandung antioksidan, analgesik, antiseptik, antikangker, antikhamir, antispasmodic dan stimulan.

Itulah mengapa, ketika beratus tahun lalu dikonsumsi bangsa penjajah, keturunan mereka menjelma menjadi kuat, cerdas dan militan. Selebihnya rakus dan tak bertobat.

Herbal dan rempah. Foto Pixabay

Kedua, lakukan penguasaan, pembibitan dan industrialisasi. Di sini argumentasi peta jalan bin buku babon herbal dan rempah menemukan basisnya. Buku ini akan memandu kita bagaimana mengelola herbal dan rempah bukan hanya sebagai konsumsi tapi juga alat perang di masa depan.

Ingat bahwa, temulawak, kunyit, barus, cengkeh, jahe, belantus, kemenyan, kapur, gambir, damar, pala, mrica–untuk menyebut beberapa komoditas dapat dibuat sebagai pendukung lahirnya generasi super canggih dan bahan perang.

Ketiga, rerutenisasi maritim. Kita tahu bahwa rute pangembangan dan perampokan harta ini di masa lalu adalah via lautan sebagai antitesa jalur sutra. Maka menghidupkan jalur rempah-herbal baru menjadi penting yang dikuatkan dengan udara. Poros maritim dan poros dirgantara harus dikerjakan bersama secara khidmat, fokus dan berkelanjutan siapapun yang di pemerintahan.

Keempat, dalam rangka kendali mutu dan SDA, segera dibuat kampus, litbang, paten dan rumah sakit berkurikulum herbal dan rempah. Kurikulum ini menyangkut pola umum yang membuat masa depan kita, tahu AGHT (ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan) bagi tumbuhnya generasi emas yang mampu memenangkan perang herbal melawan kimia di wilayah medis (medical war). Ingatlah bahwa for fighting nation there is no journeys end.

Bukankah kita sedang menghadapi perang kecerdasan? Proxy war, asimetric war, currency war, agency war dan medical war adalah bentuk riilnya. Tanpa kesadaran ini herbal-rempah hanya jadi alat sesaji dan perdukunan, seperti selama ini.

Kelima, mentradisikan herbal dan rempah sebagai gaya hidup. Inilah gaya simultan yang berkaidah “dengan menuju ke laut, maka sungai setia pada sumbernya.” Semesta, pro lingkungan dan sehat adalah hasilnya.

Dengan kesadaran akan lima hal di atas, kita akan menjalankan revolusi konstitusi yang akan menuntaskan problem utama Indonesia: kemiskinan, kebodohan, kepengangguran, ketimpangan, kesakitan, ketergantungan, keterjajahan, kekalahan dan kepicikan (9K).

Tentu saja itu tak cukup dengan pidato seperti Susi dan blusukan model Joko. Ini perang kecerdasan. Tapi ingat, kecerdasan tanpa kapital, omong kosong (mirip out of order). Sedang kapital tanpa kecerdasan, mubazir (mirip orde reformasi). Singkatnya, kita harus lebih meraksasa dan berdentum laksana letusan Tambora.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini