Anies Baswedan dengan lansekap Jakarta
Anies Baswedan dengan lansekap Jakarta. Foto Instagram @aniesbaswedan

Ada yang bilang: Anies Baswedan gak bekerja. Jakarta di era Anies Baswedan tidak mengalami perubahan. Lebih sadis lagi, era Anies semakin semerawut. Benarkah?

Sayangnya, pertama, penuduh tidak mengungkapkan datanya. Bahkan seringkali kontra fakta. Kedua, umumnya mereka adalah orang-orang yang kontra Anies.

Mudah disimpulkan, apa yang mereka sampaikan bukan kritik, tapi lebih bersifat “serangan”. Kalau mereka terafiliasi dengan kepentingan politik tertentu, maka serangan mereka ke Anies tak ubahnya “manuver” untuk “down grade” Anies.

Diantara meraka sebagian dari kalangan akademisi. Sedikit agak unik, bahwa Anies ini berlatarbelakang akademisi. Doktor berpendidikan Amerika, pernah jadi rektor Paramadina dan menteri pendidikan, tapi mendapat “nyinyiran” dari sejumlah orang yang punya basic akademik. Usut punya usut, ternyata alasanya: karena di pilgub DKI, Anies didukung Habib Rizieq Shihab (HRS). Ini alasan utamanya. Mereka gak suka dengan HRS. Maka, siapapun yang didukung HRS, mereka gak suka.

Ini problem. Akademisi mesti obyektif. Tidak baperan, dan justice seseorang dengan kaca mata kuda. “Wis pokoe”. Ini gak akademis, dan gak ilmiah banget.

Kembali ke substansi. Untuk mengklarifikasi tuduhan soal Jakarta di era Anies, mesti lihat data. Data kemacetan misalnya, Jakarta di tahun 2017 masuk peringkat ke-4 kota termacet dunia. Era Anies berubah menjadi peringkat ke-7 di tahun 2018. Peringkat ke-10 tahun 2019. Ini sebelum pandemi. Dan masuk peringkat ke-31 tahun 2020. Berubah gak?

Wah, itu kan karena pandemi. Makanya tingkat kemacetan Jakarta turun. Seloroh mereka.

Heh! Sebelum pandemi juga sudah berubah. Makanya lihat data! Kalau bicara pandemi, maka pandemi tidak hanya terjadi di Jakarta. Pandemi juga terjadi di semua kota di dunia. Kata tetengga saya: Otak mana otak?

Kita beralih soal banjir. Era Anies, jumlah titik banjir jauh berkurang dari era sebelumnya. Era Anies, hujan normal di bawah 100 mm per hari Jakarta tidak tergenang. Di atas 100 mm, Jakarta tergenang dan dapat diatasi (banjir surut) maksimal enam jam. Era sebelumnya, bisa tiga hari.

Era Anies, tempat-tempat vital dan strategis seperti Istana, Monas dan HI gak lagi banjir. Era sebelumnya, wilayah ini tergenang banjir. Berubah gak?

Di era Anies, angkutan kota lebih nyaman dan gratis. Ada Jaklingko yang menghubungkan semua moda transportasi. Sekali naik, anda bisa puter-puter seluruh wilayah Jakarta dengan naik angkot, Bus Way dan MRT/LRT tanpa harus bayar lagi. Era sebelumnya, sopir angkot seperti preman yang balapan secara urakan di jalanan. Serobot sana sini bikin macet dan membahayakan pengguna jalan lainnya.

Era Anies, gak ada Lurah dan Satpol PP yang berani jadi pungli. Anda silahkan tanya ke pedagang kaki lima, ada gak pungli. Kalau ada, laporkan, pasti dipecat. Sudah berapa dari mereka yang dipecat. Tapi, mereka tidak dipermalukan di depan publik seperti era sebelumnya. Berubah gak?

Kota tua, kawasan Jenderal Soedirman, trotoar, jalan sepeda, taman-taman publik, berubah gak? Fly over dan jembatan penyeberangan juga mengalami banyak penambahan dan perubahan. Ini fakta yang bisa dilihat dan mudah dibuktikan.

Anda sudah lihat Jakarta International Stadulium (JIS)? Stadium yang lebih megah dari Real Madrit Spanyol. Berubah gak?

Ini semua ada data dan bisa dicek faktanya. Silahkan percaya setelah anda menelusuri semua data ini.

Kalau anda bilang bahwa Anies tidak bekerja, anda sungguh keterlaluan. Keterlaluan ngaconya.

Jakarta, 20 Februari 2022

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here