Putin, yang pernah dinobatkan sebagai “manusia paling berbahaya di muka bumi” oleh media Barat, tampaknya sedang membuktikan gelar itu. Ia mencaplok Krimea tahun 2014 dan kini berusaha mengganti rezim di Ukraina, yang dipandang pro-Barat. Niat Ukraina untuk bergabung NATO dibaca sebagai pemberian karpet merah bagi Barat untuk memberi ancaman terhadap keamanan Rusia. Ancaman geopolitik bagi negara bekas pusat Adidaya Uni Sovyet (USSR) akan dengan mudah ditangkap sebagai gangguan ke dalam perimeter pertahanan Rusia, yang dipimpin oleh presiden mantan intelejen KGB. Perimeter pertahanan dan keamanan negara seperti Rusia tentu lebih ketat dan berjangkau lebih luas dibandingkan negara bukan bekas Adidaya.
Serangan Rusia ke wilayah Ukraina tanggal 24 Februari 2022 lalu memantik respon luas dari berbagai negara, khususnya NATO dan sekutunya. Invasi Rusia ke Ukraina melahirkan hiruk pikuk respon negara-negara, mulai dari kecaman, sanksi ekonomi, larangan terbang bagi pesawat Rusia di negara-negara Barat, rencana pengiriman senjata hingga penempatan pasukan NATO di negara-negara tetangga Ukraina. Respon NATO , Uni Eropa, PBB dan FIFA dipandang sebagai respon paling sigap dan keras, dibanding respon terhadap pendudukan dan serangan Israel di Palestina.
Awalnya serangan Rusia diduga akan dilakukan secara blitzkrieg (serangan kilat) untuk segera menaklukkan pusat kekuasaan Ukraina. Serangan kilat dipandang langkah paling mungkin karena kesenjangan kekuatan Rusia – Ukraina, besarnya biaya perang yang harus ditanggung Rusia, dan butuhnya Rusia untuk menghindari korban besar yang membuat penduduk Ukraina semakin menjauh dari edaran pengaruh Moskow.
Namun kenyataannya, sampai hari ke-8, Ibu Kota Ukraina, Kiev, belum kunjung diduduki pasukan Rusia. Konvoi tank dan kendaraan tempur Rusia, yang berbaris sepanjang 60 Km dan hanya berada pada jarak 30 km dari kota Kiev, hanya berdiam di tempat. Kota Kiev masih terpantau tenang dan lengang, kecuali satu serangan artileri yang menyasar menara komunikasi. Belum ada pengeboman besar-besaran maupun serangan darat, seperti terjadi di Karkhiev. Berbagai analisis militer pun meleset.
Propaganda Barat untuk menunjukkan kelemahan pasukan Rusia, psywar media massa, dugaan keterputusan logistik pasukan Rusia, dan bangkitnya perlawanan rakyat Ukraina belum memberi gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Langkah Rusia tampak sebagai permainan bidak catur. Belum selesai pengamat heran tentang bagaimana barisan tank dan pasukan Rusia bisa tiba-tiba berada di dekat Kiev, sekarang muncul pertanyaan baru, yaitu kemana perginya pesawat-pesawat canggih Rusia yang tidak tampak selama peperangan maupun dalam upaya menduduki Kiev.
Berbagai sanksi yang dijatuhkan negara Barat dibalas dengan sanksi juga. Usaha melemahkan ekonomi Rusia bukan berarti tidak pula berimbas kepada negara-negara NATO sehingga mempertinggi biaya ekonomi, dengan naiknya harga minyak, gas dan biaya pesawat lintas benua. Belum lagi tanggungan pengungsi yang mengalir ke negara sekitar Ukraina.
Negara-negara NATO berada pada situasi pelik. Di satu sisi, mereka ingin menunjukkan otot dan wibawa bahwa mereka kompak, efektif dan berwibawa. Meski belum menjadi anggota, tetapi Ukraina, di bawah Zhelensky, secara politis masuk daftar sekutu potensial. Di sisi lain, Rusia juga tidak bisa dibuat main-main. Putin bukan sosok yang tampak plin plan atau lemah. Begitu negara-negara NATO hendak memberi suplai senjata tambahan ke Ukraina, Rusia menjawab dengan gelaran senjata berhulu nuklir. Niatan Dewan Keamanan PBB untuk bersikap juga terganjal oleh hak veto Rusia. Belum lagi beberapa negara menyatakan abstain. Tidak mungkin hak veto itu dibatalkan PBB karena hal itu berarti menghilangkan hak Amerika Serikat, Inggris China, dan Perancis.
Invasi Rusia sekarang ibarat hubungan kucing, anjing dan tikut dalam film Tom and Jerry . Si Tikus (Ukraina) awalnya bersekutu dan dekat dengan Si Kucing (Rusia). Tetapi setelah merdeka tahun 1991, muncullah pikiran Tikus bahwa akan lebih menguntungkan bersekutu dengan Anjing (NATO). Meskipun Kucing sudah memperingatkan untuk tidak bertindak agresif, Anjing tetap saja dan secara sengaja memberi isyarat positif pada keinginan Tikus. Tikus pun merasa diri aman di bawah lindungan Anjing. Namun Kucing merasa terancam dengan langkah Tikus dan mulai mengejar dan menerkam Tikus.
Si Tikus berteriak-teriak minta tolong hingga Anjing pun datang hendak menolong. Jelas Anjing lebih kuat daripada Kucing sehingga ia tunjukkan gonggongan dan taring besarnya pada Kucing.
Sayangnya, Kucing punya senjata yang ditakuti Anjing, yaitu nuklir. Akhirnya, Anjing hanya mampu menggonggong keras sambil mengelilingi Kucing yang hendak memangsa Tikus. Tikus terus menjerit keras, tapi Anjing tidak bisa berbuat banyak. Kucing pun tidak segera menggigit KO Tikus, melainkan memainkannya terlebih dahulu. Ia pijak ekor Tikus dengan kuku kaki, lalu digigit, dilepas dan diterkam lagi dengan santai di hadapan Anjing.
Permainan Kucing itu sudah barang tentu mengganggu hati Anjing. Anjing yang kuat hanya bisa menyalak dan mendengking seraya menyaksikan Kucing menikmati permainannya. Anjing marah pada kucing dan ingin menerkamnya untuk membantu Tikus yang terus menjerit memanggil namanya. Namun, Anjing tiada berdaya dan tidak tahu berbuat apa. Otot tangan Anjing hanya bisa dikembangkan, tetapi ia tidak kuasa mempergunakannya untuk mencakar Kucing karena itu bisa berakibat pads permainan yang lebih keras dan tidak terkendali serta mengundang hewan tetangga ikut serta.
Permainan Putin kali ini sangat berbahaya. Ia mengakibatkan kekacauan di Ukraina dengan ratusan ribu penduduk mengungsi ke luar negeri serta membawa krisis humanitarian. Putin juga meletakkan negaranya di bawah sanksi dan ungkapan kemarahan negara-negara NATO dan Sekutu. Ia menempatkan Rusia sendirian berhadapan dengan puluhan negara kuat dan negara Adidaya lain. Namun Putin berhasil mengontrol untuk meledek NATO dan menunjukkan kepada dunia bahwa Aliansi tersebut tidak berdaya dalam menghadapi satu negara Rusia. Pesan itu secara tidak langsung disampaikan pada negara-negara eks Uni Soviet lain yang pernah atau belum menyatakan keinginan bergabung dengan NATO.
Itulah pesan yang bisa dibaca dari drama invasi Rusia ke Ukraina. Rusia ingin menunjukkan dirinya habis kesabaran dalam menghadapi melihat ancaman geopolitik yang ia persepsi datang dari NATO. Putin sudak pernah mengungkapkan perasaan tidak nyaman akan ekspansi keanggotaan NATO, namun negara-negara NATO seolah tidak menunjukkan penghargaan terhadap perasaan tersebut. Putin memilih untuk mengolah ulang kebanggaan diri Rusian dengan caranya sendiri.
Harga permainan keangkuhan dan eksistensi itu sangat mahal bagi kemanusiaan. Korban jiwa, harta dan ratusan ribu pengungsi di musim dingin mengulik keprihatinan Masyarakat Internasional. Di sisi lain, aksi Putin disambut tepuk oleh masyarakat dari negara-negara yang pernah diluluhlantakkan oleh NATO dan AS dan oleh masyarakat yang melihat yang standar ganda yang ditunjukkan NATO dan AS di Timur Tengah. Putin mengangkat citra dirinya dan negaranya melalui permainan paling berbahaya di muka bumi saat ini. Resiko terbesarnya adalah pecahnya Perang Dunia ke-3, meskipun kemungkinannya kecil.
Putin sedang menunjukkan pada NATO dan Sekutunya bahwa mereka tidak punya moral standing untuk melarang aksi Rusia. Perilaku Rusia sekarang adalah perilaku yang pernah dan berulang dilakukan oleh NATO dan AS pada negara-negara lain yang lebih lemah. Rusia sejauh ini tidak pernah mencampuri tindakan NATO dan AS. Lalu mengapa NATO dan AS kebakaran kumis di saat Rusia melakukan hal yang sama di wilayah yang sebagian ditempati oleh penduduk Rusia.