Ganjar Pranowo dan Luhut Pandjaitan (LBP) pasangan ideal di Pilpres 2024. Foto Instagram @ganjarpranowo dan @luhut.pandjaitan
Ganjar Pranowo dan Luhut Pandjaitan (LBP) pasangan ideal di Pilpres 2024. Foto Instagram @ganjarpranowo dan @luhut.pandjaitan

Oleh Johan Syaefuddin

Setiap Warga Negara Indonesia berhak menjadi pemimpin negara suatu saat nanti, tak terkecuali bagi warga non muslim. Demikian diungkapkan Jokowi saat wawancara dengan BBC – jaringan suara.com di Prambanan. (12/2/2020).

UUD 1945 memberi ruang kepada setiap warga negara untuk menjadi presiden Indonesia, apapun latar belakang etnis dan agamanya. Tidak ada diskriminasi bagi siapapun untuk menjadi presiden Indonesia. Laki-perempuan, muslim-non muslim, Jawa-Non Jawa, semua memiliki hak dan peluang yang sama untuk menjadi presiden Republik Indonesia.

Wacana pasangan Ganjar-LBP atau Luhut Binsar Panjaitan harus dilihat sebagai sesuatu yang wajar. Wajar juga jika dibalik yaitu LBP-Ganjar.

LBP punya pengalaman, kekuatan lobi partai dan akses dana. LBP dengan tim bravo 5 telah sukses mengantarkan Jokowi memimpin negeri ini dua periode. Ini keberhasilan yang bisa jadi modal untuk mensukseskan kembali kontestasi di pemilu 2024. Di dalam diri LBP, ada cukup syarat untuk tidak saja menjadi orang nomor dua, tapi juga menjadi orang nomor satu di Indonesia.

Jika LBP nyapres, ini mesti dilihat sebagai ruang kesetaraan dan keadilan sebagai warga negara. Stigma bahwa presiden mesti orang Jawa itu tidak sesuai dengan konstitusi kita. Politik identitas Jawa-Non Jawa mesti diakhiri.

Di dalam konstitusi kita dengan tegas UUD 1945 pasal 6 ayat (1) dikatakan: “Calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tilugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.

Walaupun faktanya memang 57 persen pemilih berada di pulau Jawa, tetapi tidak secara otomatis orang Jawa memilih pemimpin dari etnis Jawa. Ini hanya soal bagaimana calon pemimpin bisa meyakinkan bahwa jika ia terpilih akan mengurus rakyat.

Soal siapa Capres dan siapa cawapres, itu tidak semata-semata ditentukan oleh faktor elektabilitas. Ada faktor partai, dan ada logistik.

Saat ini, Ganjar punya elektabilitas lebih tinggi dari LBP. Namun harus pula disadari, bahwa elektabilitas itu dinamis dan labil. Boleh jadi dalam perkembangan, elektabilitas LBP juga bisa naik jika memang digarap dengan baik dan tepat.

Elektabilitas Ganjar tidak alami, akan tetapi didapatkan melalui branding secara serius oleh timses yang bekerja terstruktur dan masif. Jika LBP, juga melakukan hal yang sama, tetap memiliki peluang.

Pasangan Ganjar-LBP dimana Ganjar Capres dan LBP cawapres bukan hal yang buruk. Malah keduanya bisa saling mengisi. Ganjar Jawa dan LBP Sumatera. Keduanya punya ceruk pendukung yang berbeda. Dan mestinya, pasangan calon bukan berada di ceruk pendukung yang sama. Itu jeruk makan jeruk. Gak berkembang dan nambah elektabilitasnya.

Namun jika dibalik, LBP Capres dan Ganjar Cawapres, perlu juga ditestimoni dalam survei. Senior-yunior kadang lebih menarik.

Pada akhirnya, hasil survei yang akan menentukan siapa dipasangkan siapa. Bisa jadi Ganjar-LBP. Atau sebaliknya yaitu LBP-Ganjar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini