Oleh Muhamad Syaiful Rifki – Mahasiswa Jurusan Pertanian Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor
Ketika berbicara mengenai perbandingan prestasi yang telah dipersembahkan oleh kepala daerah, apalagi ketika harus membandingkan antara prestasi pemimpin sekelas Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, sulit sekali rasanya untuk menemukan mana yang terbaik. Hal tersebut dikarenakan persepsi setiap orang berbeda dan setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan dan prestasinya masing- masing.
Anies Baswedan merupakan pemimpin sebuah daerah kompleks dari segi masyarakat dan dinamikanya bernama Jakarta, sedangkan Ganjar Pranowo juga dapat dikatakan sebagai gubernur daerah sentral Pulau Jawa yang terkenal dengan keberagaman budayanya yaitu Jawa Tengah, di mana masyarakatnya tidak berbeda jauh dengan Jakarta yang kompleks.
Namun, tidak ada salahnya untuk menelisik kinerja kedua kepala daerah tersebut agar kita dapat mengkritisi setiap kebijakannya supaya dapat melahirkan sebuah kebijakan yang solutif bagi masyarakat. Sebagai mahasiswa pertanian, sektor pertama yang akan saya sorot mengenai bagaimana kedua pemimpin ini membangun daerahnya tentu adalah sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang vital karena menyediakan kebutuhan dasar bagi masyarakat, yaitu pangan. Seseorang tentu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan sandang dan papannya apabila kebutuhan pangannya tidak terpenuhi. Pangan juga berperan langsung terhadap tercukupinya kebutuhan gizi bagi masyarakat. Ketika kebutuhan pangan tidak terpenuhi, maka kemungkinan seseorang utamanya balita untuk terkena stunting dan gizi buruk akan lebih besar.
Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan dan perkembangan seorang balita ditentukan oleh seribu hari pertamanya, terhitung sejak janin terbentuk di kandungan. Hal ini berarti, pertumbuhan dan perkembangan balita sangat ditentukan oleh asupan gizi dari ibunya. Oleh karena itu, pemenuhan makanan yang bergizi bagi ibu hamil menjadi sangat penting. Lalu apa yang telah dilakukan oleh kedua pemimpin ini untuk membangun sektor vital tersebut?.
Jika ditelisik dari luas lahan, tentu Jawa Tengah memiliki lahan yang lebih luas dibanding Jakarta. Berdasarkan data dari BPS Jawa Tengah luas lahan pertanian di Jawa Tengah mencapai 1.022.570,86 hektare. Luas tersebut mampu menopang pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah sebesar 2,15% pada kuartal II tahun 2020. Selain itu insentif yang diberikan oleh pemerintah provinsi sebesar Rp2 Triliun kepada pemerintah kabupaten atau kota dan pemerintah desa menjadi alasan Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerja sama dengan OISCA (Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement) sebuah lembaga sosial nirlaba bepusat di Jepang yang berfokus pada penerapan pertanian organik agar diterapkan oleh para petani di Jawa Tengah.
Selain menghasilkan produk-produk organik yang menyehatkan dan bebas bahan kimia, kerja sama dengan OSICA Jepang berhasil meluluskan 33 alumni yang berperan dalam menghijaukan lahan bakau seluas 2.000 hektare di seluruh Jawa Tengah untuk mencegah abrasi di daerah pesisir.
Lahan pertanian di Jakarta yang semakin menurun jumlahnya, membuat Anies harus melakukan suatu terobosan agar kebutuhan pangan warga ibukota tetap tercukupi. Hal yang dilakukan oleh Anies untuk mencapai target tersebut adalah dengan menjajaki kerja sama dengan berbagai daerah mulai dari Ngawi, Cilacap, hingga Sumedang. Menurutnya, sebagian besar kebutuhan pangan di Jakarta ditopang oleh pasokan pangan dari daerah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggandeng PT. Food Station Tjipinang Jaya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Diperkirakan potensi yang diperoleh melalui kerja sama ini sebesar 2.964 ton beras dari varietas Ciherang, Metik Wangi, dan Muncul.
Sektor seni budaya
Selain sektor pertanian, sektor lain yang ingin saya sorot adalah kebijakan pelestarian budaya dan seni. Sebagai seseorang yang juga tertarik dengan budaya dan kesenian daerah, sudah menjadi kewajiban bersama bagi kita untuk mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mendukung pelestarian budaya. Budaya dan seni merupakan jati diri dan cerminan daerah itu sendiri, karena budaya dan seni adalah identitas diri dari masyarakat.
Di Jawa Tengah, Ganjar mengeluarkan sebuah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 62 tahun 2018 yang mewajibkan seluruh instansi pemerintahan di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa resmi setiap hari Kamis serta seluruh ASN untuk memakai pakaian adat setiap tanggal 15 setiap bulannya. Selain itu, Ganjar memiliki visi agar seluruh masyarakat di Jawa Tengah menjadi manusia yang berbudaya. Menurutnya budaya bukan hanya soal seni saja, namun juga menyangkut karakter. Karakter yang harus dimiliki oleh masyarakat Jawa Tengah adalah memiliki budi pekerti, malu ketika salah, jujur, disiplin, dan profesional. Pembangunan budaya di Jawa Tengah selalu mengedepankan kearifan lokal masyarakat.
Untuk mewujudkan target tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memprirotitaskan pengurangan kemiskinan dan peningkatan pelayanan dasar, pemerataan layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial, pemerataan layanan pendidikan berkualitas, penguatan literasi untuk kesejahteraan, Jateng literasi informasi terapan dan inklusif, juga pendampingan masyarakat untuk literasi informasi. Strategi pembangunan perpustakaan melalui beberapa gerakan. Pembiasaan membaca atau budaya literasi merupakan target utamanya. Ganjar membuat i-Jateng sebagai solusi bagi masyarakat untuk dapat membaca buku kapanpun dan di manapun dengan koleksi buku sebanyak 2.347.072 yang berasal dari 4.664 perpustakaan umum, perpustakaan sekolah/madrasah sebanyak 23.332 unit, perpustakaan khusus sebanyak 377, dan perpustakaan perguruan tinggi sebanyak 251 unit.
Selain itu Ganjar mendorong agar dinas-dinas di Jateng mempunyai akun media sosial yang verified atau istilah kerennya centang biru. Hasil dari kerja keras tersebut mengantarkan Jawa Tengah meningkatkan literasi pada masyarakatnya, baik secara online maupun offline yang terhitung pada Desember 2020, mencapai 2.935.761 orang. Oleh karena itu Indeks Pembangunan Minat Baca di Jawa Tengah tumbuh hingga mencapai 61,88%. Angka tersebut masih lebih tinggi dibanding indeks minat baca nasional. Perolehan angka tersebut ditopang oleh tiga daerah paling dominan adalah Kabupaten Karanganyar 70,9%, Kota Surakarta 61,92%, dan Kabupaten Banjarnegara sebesar 61,83%.
Untuk Jakarta, Anies sendiri berupaya untuk melestarikan kebudayaan asli Betawi sebagai budaya asli Jakarta. Tidak berbeda dengan Ganjar, ia juga mengeluarkan Pergub nomor 11 tahun 2017 tentang Penggunaan Pakaian Adat Khas Betawi di Lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Anies menjadi satu dari sebelas penerima penghargaan Gelar Kehormatan Tokoh Betawi dari Badan Musyawarah (BAMUS) Betawi Periode 2021-2023. Ia juga memastikan Taman Ismail Marzuki akan direnovasi sebagai bagian dari pembangunan budaya untuk menarik minat wisatawan dari dalam dan luar negeri. Anies menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI untuk merevitalisasi TIM. PT. Jakpro mengusulkan agar urusan infrastruktur dan pengelolaan gedung dilakukan pihaknya sedangkan untuk kesenian dan promosi dilakukan Dewan Kesenian Jakarta bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI.
Pada akhirnya baik Anies maupun Ganjar memiliki gaya kepemimpinan dan prestasinya masing-masing dalam membangun daerahnya. Secara eksplisit saya sendiri tidak bisa membandingkan mana yang terbaik karena pada dasarnya perspektif setiap orang berbeda-beda. Kita tidak dapat menilai secara sepihak mana yang lebih baik dibandingkan yang lainnya. Kita sebagai masyarakat wajib mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin kita sebagai bagian dari demokrasi dalam batas yang wajar dan tidak mengganggu kepentingan umum. Oleh karena itu, data yang valid harus menjadi dasar sebelum kita bersuara.