Oleh Ahwan Fanani – Dosen FISIP UIN Walisongo
Berita Terkini Konflik Rusia-Ukraina
Menurut berita dari Rusia tanggal 25 Maret kemarin, misi operasi khusus tahap 1 sampai pada tahap akhir. Laporan terakhir, 1.351 tentara Rusia dan 14.000 tentara Ukraina tewas dalam konflik yang telah berjalan satu bulan tersebut. Jumlah tewas tentara Rusia tersebut berbeda dengan data yang dikeluarkan NATO, yaitu antara 7.000 – 15.000 orang. Tidak mudah untuk mengetahui jumlah sesungguhnya karena kondisi tidak aman dan karena media massa tidak sepenuhnya netral.
Sejak invasi Rusia, mayoritas media internasional yang menyiarkan kondisi di lapangan berasal dari negara-negara Barat. RT TV Russia pun tidak mudah dijangkau beritanya di Youtube atau saluran online. Aljazeera termasuk TV yang rajin menyiarkan konflik Ukraina.
Yang menarik adalah TV-TV India, seperti WION, Republic Bharat dan India Today. WION sejak awal invasi sangat intens memberitakan kondisi Ukraina. Beritanya menjadi rujukan bagi orang-orang yang ingin mendapat second opinion dari media-media Barat. WION juga menurunkan reporter langsung ke Ukraina, sebagaimana India Today.
Selama dua hari berita-berita WION tidak mudah ditemukan lagi. Seolah, WION sedang libur memberitakan kondisi konflik Rusia, namun pada tanggal 25 Maret berita WION bisa diakses kembali.
Jika kita searching, berita konflik Rusia-Ukraina terkini, berita dari media-media pro Barat lah yang mendominasi. Media-media tersebut fokus pada pemberitaan tentang penderitaan dan kerusakan Ukraina, keberhasilan pasukan Ukraina, demoralisasi pasukan Rusia dan kerugian yang dialami pasukan Rusia. Wawancara pun mengangkat analisis agen CIA yang menilai kondisi Rusia yang kurang menguntungkan.
Berita online yang banyak memberitakan capaian Rusia adalah berita-berita berbahasa Indonesia. Bahkan CNN Indonesia pun cukup berimbang dalam memberitakan pencapaian Rusia. Menarik untuk dilacak sumber informasi yang dipakai oleh media-media Indonesia.
Happy Ending Story?
Dari berbagai media tersebut bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama , Rusia berhasil melakukan misinya untuk demiliterisasi Ukraina dengan penghancuran massif terhadap instalasi militer Ukraina. Tujuan denazifikasi Rusia sulit dipahami, mungkin terkait dengan pelemahan Batalyon Azov yang dipandang bertanggung jawab atas penyerangan dan pembunuhan separatis Donbas yang beretnis Rusia. Demiliterisasi dan pelemahan Batalyon Azov dilakukan Rusia adalah untuk mencegah gangguan terhadap upaya menjadikan Donbas sebagai buffering zone Rusia.
Tahap selanjutnya operasi militer Rusia adalah penguatan negara-negara baru di Donbas, yaitu Donetsk dan Luhansk. Rusia mementingkan wilayah tersebut dan menjadikannya sebagai buffering zone bagi Rusia, andaikan Ukraina kemudian tetap bergabung dengan NATO. Putin mempunyai tenggat baru untuk operasi selanjutnya sampai tanggal 9 Mei 2022.
Putin juga menunjukkan bahwa Rusia bukan negara yang bisa dipermainkan. Meskipun sendiri, Rusia berani menghadapi resiko berhadapan dengan NATO. Terbukti, NATO pun tidak berani terlibat langsung di Ukraina. Rusia juga kuat menahan sanksi besar yang dijatuhkan oleh Barat, bahkan bisa memberikan sanksi balik. Minyak menjadi kartu truf Rusia untuk melakukan sanksi. Saat US menekan Saudi untuk menaikkan produksi minyak, Kelompok Houthi di Yaman, yang pro Iran, menyerang fasilitas pengolahan minyak Aramco di Saudi.
Kedua , media-media massa Barat sudah membangun persepsi secara intensif bahwa Rusia kalah dan gagal. Rusia belum berhasil menguasai satu pun kota di Ukraina dan mengalami demoralisasi. Rusia kehabisan perbekalan dan terimbas sanksi ekonomi yang dijatuhkan Barat. Rusia juga menderita korban pasukan yang lebih besar dari 10 tahun Perang USSR dengan Afghanistan.
NATO berperan memberi tekanan diplomatik terhadap Rusia dan memberi dukungan moral pada Ukraina. Dengan senjata yang diberikan NATO dan US, seperti Javelin, Stinger dan Bayraktar, tentara Ukraina berhasil bertahan, bahkan memukul mundur pasukan Rusia. Tentara NATO berhasil menjaga negara-negara NATO di Eropa Timur sehingga invasi Rusia tidak mengarah ke negara lain.
Dengan perannya tersebut, NATO bisa membusungkan dada bahwa mereka memenangkan peperangan. NATO telah menunjukkan soliditas untuk mendukung sekutunya dan menunjukkan kemampuan untuk melakukan aksi bersama. Pendek kata Rusialah, bukan NATO, yang menjadi pecundang.
Ketiga , bagi Ukraina kemampuan untuk mempertahankan kota-kota utamanya dari gempuran Rusia menjadi suatu prestasi. Ukraina membuktikan soliditas, keberanian, dan nasionalismenya ketika berhadapan dengan kekuatan besar Rusia. Ukraina juga berhasil membangun satu kedekatan dengan negara-negara Barat lebih dari sebelumnya.
Presiden Zelensky menjadi bintang Ukraina untuk dilihat dunia. Pidatonya disaksikan jutaan orang di penjuru dunia. Ia mendapat pengakuan untuk berpidato, secara online, dan mendapat standing applause dari Parlemen Uni Eropa, Parlemen Inggris, Parlemen Amerika, Parlemen Israel Parlemen Jepang, dan Konferensi Internasional Forum Doha Qatar. Ia berhasil menunjukkan kualitas, bersama rakyatnya, dari seorang komedian menjadi pejuang sejati.
Narasi-narasi tersebut menekankan nafas lega masing-masing pihak akan hal baik dari perang yang mereka hadapi. Masing-masing menggarisbawahi pencapaiannya sendiri sehingga mereka bisa merasa bukan pihak yang kalah. Namun, di balik nafas lega itu tersimpan sesak nafas pula. Residu perang yang terjadi masih meninggalkan pekerjaan rumah bagi masing-masing pihak.
Residu Perang
Setelah pesta berakhir, pekerjaan rumah masih menunggu pihak-pihak di atas. Semua harus membereskan kekacauan dan bersiap-siap merogoh kocek lebih dalam.
Pertama , Rusia kehilangan banyak peralatan tempur hingga pasukan. Tank hingga pesawat Rusia ternyata tidak mudah lepas dari bidikan Javelin dan Stinger. Peralatan tempur konvensional Rusia memerlukan update.
Rusia juga harus mengatasi dampak sanksi ekonomi hingga politik dari negara-negara lain. Nilai rubel jatuh cukup dalam. Ekonomi riel dalam negeri maupun investasi Rusia di luar negeri pun mengalami tekanan akibat sanksi. Hal itu diperparah dengan biaya perang yang tinggi yang telah dan harus dikeluarkan.
Rusia pun harus turut mengamankan Donetsk dan Luhansk. Wilayah di Donbas tersebut mengalami kerusakan pula. Dengan tiadanya pengakuan dari negara-negara lain, wilayah-wilayah tersebut hanya bisa menoleh ke Rusia untuk pertahanan dan pembangunan kembali wilayah.
Kedua , meski tidak terlibat langsung dalam perang fisik, NATO dan US juga punya pekerjaan rumah. Negara-negara anggota NATO harus menghadapi naiknya harga minyak dan gas bisa berefek luas bagi perekonomian.
Negara-negara Barat harus turut memikirkan pembangunan kembali Ukraina, yang tidak murah. Ada 10 juta pengungsi Ukraina di negara-negara Eropa. Mereka harus dipelihara sampai suasana kembali normal. Mereka harus dijamin kebutuhannya saat semua milik mereka di Ukraina rusak berat. Negara-negara Eropa juga berkewajiban memulangkan pengungsi Ukraina secara bermartabat.
Pengungsi Ukraina tersebut seolah menjadi karma bagi negara-negara Eropa, khususnya Eropa Timur. Tahun 2021, negara-negara Eropa Timur, seperti Polandia, Lithuania hingga Austria enggan membuka pintu bagi pengungsi Syiria dan Iraq. Turki, Jordania dan Libanon telah menampung jumlah besar pengungsi. Turki menampung lebih dari 3 juta pengungsi.
Uni Eropa hanya mendapat 1,1 juta pengungsi yang lebih dari separuh ditampung Jerman dan 11% oleh Swedia. Namun, banyak negara yang melihat para pengungsi itu secara negatif. Kini, ada sekitar 10 juta pengungsi Ukraina di negara-negara Eropa. Polandia sebagai tetangga mendapat porsi terbesarnya. Meski dengan senyum mereka menerima pengungsi Ukraina, tetapi hati mereka kecut karena harga-harga kebutuhan naik dan ruang sosial semakin sesak oleh para pengungsi Ukraina.
Butuh waktu panjang bagi Ukraina untuk membangun tempat tinggal, mata pencaharian dan kesejahteraan rakyat. Mau tidak mau negara-negara NATO harus turut mengurus Ukraina dengan berbagai cara, apakah dengan urunan atau pemberian pinjaman. Yang pasti di tengah ekonomi sulit akibat Pandemi, negara-negara Eropa harus membayar lebih.
Ketiga , Ukraina adalah pihak yang menanggung residu terbesar konflik. Infrastruktur militer hancur, fasilitas publik banyak yang rusak parah, ekonomi rusak, dan wilayah Timur dan kota-kota pelabuhan terancam lepas. Wilayah tersebut diduduki para separatis berbahasa Rusia yang selama 8 tahun ini ditekan hingga diserang oleh Ukraina.
Tidak mudah bagi Ukraina untuk membangun negerinya pasca perang. Ukraina butuh uluran tangan, boleh jadi berupa pinjaman atau investasi asing. Untuk membayarnya, hanya sumber daya alam mentah yang tersedia. Negara-Negara Barat punya batas pula dalam memberikan bantuan gratis, termasuk peralatan militer.
Residu paling berat adalah hilangnya sebagian teritori Ukraina. Operasi militer Rusia sekarang mulai difokuskan untuk membebaskan wilayah Donbas. Tidak mudah rasanya Rusia akan mau mengembalikan wilayah tersebut ke Ukraina, apalagi jika penduduk Donbas ingin lepas dari Ukraina dan mendeklarasikan kemerdekaan. Bahkan NATO hingga PBB pun sangat sulit untuk bisa membantu Ukraina untuk mengambil kembali wilayah tersebut.