Nir Ekonomi Banjir Rentenir
Nir Ekonomi Banjir Rentenir. Foto Instagram @smindrawati

Oleh Yudhie Haryono

Salah satu kecelakaan terbesar dalam sejarah terbentuknya negara ini adalah kegagalan mencetak “ekonom.” Alih-alih memproduksi ekonom pancasila yang mengerti keadaan dan kebutuhan ekonomi Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya: panen ekonom palsu.

Apa itu ekonom palsu? Adalah mereka yang mengimani dan mempraktekkan gadai plus utang dalam membiayai pembangunan nasional. Mereka “mencari uang” dan bukan “mencetak serta memproduk uang.” Ekonom ini tak punya nalar jenius (pemroduk solusi) sekaligus minus iptek yang membuat “uang berdaulat” bagi kedaulatan Indonesia. Kurikulum dan kampus kita juga tak ada yang serius memproduksi diskursus ekonomi Indonesia.

Dari deretan “ekonom palsu” itu adalah Ali Wardana, Radius Prawiro, JB Sumarlin, Marie Muhammad, Boediono, Sri Mulyani, Chatib Basri. Mereka para barisan ekonom neoliberal: berpikiran asing, menguntungkan asing serta membangun dengan pola asing. Hebatnya, semuanya duduk di kursi kemenkeu sambil “menyesatkan” presiden untuk menyerahkan kolateral (SDA) kita ke asing. Mereka lalu memajaki rakyat dengan bunga tinggi. Makanya, mereka lebih tepat disebut rentenir. Bisnis duit antar negara adalah spesialisasinya. Kampanye inflasi adalah hobinya. Julukan-julukan (menkeu terbaik dunia dan lain-lain) adalah tipuan-tipuannya.

Padahal, ada cara membangun tanpa utang. Ada cara mencetak uang. Ada cara memakmurkan Indonesia. Dan, ini cara ilmiah, jenius dan berdaulat. Apa itu? Salah satunya adalah praktik SWF (sovereign wealth funds).

Ini adalah penghapusan peta jaminan lama dengan mencipta jaminan baru dari hasil rekapitalisasi dan nasionalisasi. Fungsinya enam: 1) Sebagai dana stabilisasi (stabilization funds); 2) Sebagai dana tabungan untuk generasi di masa depan (savings or future generations fund); 3) Sebagai dana pensiun (pension reserve funds); 4) Sebagai dana cadangan investasi (reserve investment funds); 5) Sebagai dana pengelolaan kekayaan negara untuk pembangunan strategis (strategic development sovereign wealth funds); 6)Sebagai dana super produktif rakyat (super productive funds).

Itu artinya, uang dicetak negara, lalu dioperasionalkan untuk projek produktif dan memastikan warganegara bekerja. Maka, tak akan ada inflasi. Tak ada pengangguran. Apalagi, bunganya 0%. Tapi, harus dikerjakan dengan 0% korupsi.

Tekhnisnya begini. 1) Pemerintah buat peta baru mineral. Jadikan itu coleteral aset; 2) Cetak obligasi dari peta coleteral tersebut; 3) Pemerintah serahkan ke BI dan BI cetak uang biasa. BI lalu serahkan ke menkeu sebagai APBN; 4) Pemerintah jadikan roadmap Musrengbangnas di infrastruktur sebagai pengguna uang tersebut; 5) Pemerintah pastikan 0% bunganya dan 0% korupsinya.

Kelemahan SWF cuma satu: mematikan agensi neoliberal dan oligarki kapital yang selama ini menjual negara dan “gemuk” dengan merampok rakyat miskin. Selebihnya, program ini sangat konstitusional dan Pancasilais.

Tak percaya? Praktekkan saja. Mau lebih cepat negara ini kaya, berdaulat dan bermartabat? Sini kupimpin segera. Ideku segar. Tak nyolong duit. Memilih mati daripada melihat Indonesia paria dijajah mamarika dan cina.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini