Buku Ekonomi Politik Monopoli: Negara Pelayan Kapitalis Dan Kuasa Korporasi Dalam Bisnis Pasar Modern
Buku Ekonomi Politik Monopoli: Negara Pelayan Kapitalis Dan Kuasa Korporasi Dalam Bisnis Pasar Modern

Oleh M. Yudhie Haryono

KKN. Itulah warisan yang terus menggurita. Di republikmu, ia agama lama yang terus diperbarui oleh agensi (yang) dulu bahkan sangat membencinya. Tak percaya? Bacalah buku berjudul, “Ekonomi Politik Monopoli: Negara Pelayan Kapitalis Dan Kuasa Korporasi Dalam Bisnis Pasar Modern.”

Ditulis oleh dosen cerdas Abdul Aziz, buku ini merupakan disertasi di Fisip UI yang digarap sangat serius. Diterbitkan oleh Airlangga University Press, Surabaya. ISBN 978-602-473-046-8 dan berukuran 23cmX11cm. Buku setebal 370 halaman ini diluncurkan tahun 2018, tetapi isinya terus relevan.

Mengapa relevan? Sebab, monopoli sebagai bagian dari praktik KKN bukannya punah tapi membuncah. Tentu saja, monopoli dalam kompleksitas ekonomi Indonesia sesungguhnya sudah muncul sejak lama, jauh sebelum hadirnya bisnis ritel moderen. Monopoli menjadi praktik dalam berbagai bidang kehidupan bisnis di negeri ini. Bahkan menjadi tradisi.

Di lapangan, praktik tersebut ada yang terjadi karena kemampuan pelaku memperbesar usahanya, tetapi ada pula yang terjadi karena pelaku bisnis berkolusi dengan negara. Tradisi kolusi ini juga tidak tak terbantahkan walau sudah jadi musuh bersama dan diharamkan saat revolusi Mei 1998. Tetapi, alih-alih musnah, kini mereka merangsak melahirkan oligarki.

Dan, makin ke sini gerak oligarki makin kuat dan membelenggu kita semua. Kita 99% sudah dalam kuasa oligark. Begitu guritanya, seorang ulama berfatwa menarik, “Yang haram tinggal sedikit. Yang halal sudah tak ada (Dr. KH. Toha Muhaimin).” Saat yang sama wakil rakyat kita sekarat bahkan mati.

Mau bukti? Tengoklah lagu Iwan Fals yang berjudul, “Surat Buat Wakil Rakyat,” yang petikannya kita bisa nyanyikan bersama: Di hati dan lidahmu kami berharap/Suara kami tolong dengar lalu sampaikan/Jangan ragu jangan takut karang menghadang/Bicaralah yang lantang jangan hanya diam/Wahai sahabat/Wakil rakyat seharusnya merakyat/Jangan tidur waktu sidang soal rakyat/Wakil rakyat bukan paduan suara/Hanya tahu nyanyian lagu setuju/…

Lalu, bagaimana memperbaiki negara yang disandra oligarki dan anggota DPR bejat karena tak bela rakyat? Kita harus mempraktekkan UU Anti Monopoli yang dirancang untuk mengoreksi tindakan-tindakan dari pelaku ekonomi penguasa pasar dan distribusi. Karena dengan posisi dominan maka mereka dapat menggunakan kekuatannya untuk berbagai macam kepentingannya.

Dengan UU Anti Monopoli maka ada koridor-koridor hukum yang mengatur ketika terjadi persaingan usaha tidak sehat antara para pelaku usaha.

Terjadinya peningkatan konsentrasi dalam struktur pasar dapat disebabkan oleh beberapa hal yang dapat menimbulkan monopolistik di antaranya adalah pembangunan industri besar dengan teknologi produksi massal (mass production) sehingga dengan mudah dapat membentuk struktur pasar yang monopolistik dan oligopolistik.

Faktor lain adalah pada umumnya industri atau usaha yang besar memperoleh proteksi efektif yang tinggi, memperoleh kemudahan dalam mendapatkan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih baik. Akibatnya pelaku usaha yang memiliki industri tersebut membentuk kelompok dan dengan mudah memasuki pasar baru serta pada tahap selanjutnya akan melakukan diversifikasi usaha dengan mengambil keuntungan dari kelebihan sumber daya manusia dan alam serta keuangan yang berhasil dikumpulkan dari pasar yang ada.

Lahirlah struktur pasar oligopolistik dan monopolistik yang terus tumbuh dan mengikat perangkat pejabat.

Oleh sebab alasan tersebut, struktur itu harus ditata atau diatur ulang, yang pada dasarnya akan mengembalikan struktur pasar menjadi pasar berkeadilan. UU ini hadir untuk menertibkan grup pelaku usaha yang telah menjadi oligopoli dan mengendalikan grup pelaku usaha yang merugikan rakyat banyak. Tanpa penegakkan UU ini, warisan buruk akan makin memburuk.(*)

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here