KKN UIN Walisongo promosikan peyek produk UKM Wates
KKN UIN Walisongo promosikan peyek produk UKM Wates

Hariansemarang.id – UMKM merupakan salah satu hal yang mendapat dukungan kuat dari pemerintah, karena usaha tersebut berperan penting untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Hal ini mencuri perhatian Mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang di Desa Wates, Kec. Getasan, Kab. Semarang untuk melirik beberapa UMKM masyarakat lokal.

Desa yang bisa dikatakan sebagai sentra pertanian dan perkebunan ini menyimpan jutaan tumbuhan di dalamnya. Hasil tanahnya dapat disulap menjadi beragam kuliner.
Misalnya adalah daun pegagan yang sering disebut sebagai rumput liar dan daun adas ternyata dapat disulap menjadi kuliner renyah oleh Ibu Tarpin desa Wates, yakni menjadi peyek pegagan dan adas.

Hal yang tidak biasa ini tentu menjadikan penasaran mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang untuk mempelajarinya lebih dalam. Biasanya peyek berasal dari kacang tanah, kacang hijau, dan ikan teri, di sini kok dari pegagan atau adas ? padahal daun itu biasanya disebut rumput liar.

Untuk menjawab rasa penasaran dan rasa ingin tahu lebih jauh, mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang mengadakan “Pelatihan UMKM : Membuat Peyek Unik dari Daun Pegagan dan Adas” di rumah Bu. Tarpin pada Sabtu, 23 Juli 2022.

Dalam pelatihan tersebut, anggota mahasiswa KKN UIN Walisongo membuat beragam peyek, mulai dari peyek pegagan, peyek adas, peyek kacang tanah, sampai peyek ikan teri.

Bahan-bahan yang dipakai oleh Ibu Tarpin dalam memproduksi peyek sebagai UMKM-nya ini lepas dari bahan-bahan pengawet. Bahan yang dipakai murni dari hasil alam, yaitu bawang putih, kencur, ketumbar, kemiri (semuanya diulek halus). Kemudian bahan lainnya untuk nguleni dengan bumbu di atas adalah tepung, telur ayam, santan, dan mentega.

Semua bahan tersebut dicampur dan ditambahkan air serta garam secukupnya. Lalu dicampur dengan daun pegagan, daun adas, kacang tanah, atau ikan teri. Setelah semua tercampur, maka siap untuk digoreng dan di santap. Menurut cara rahasia Ibu Tarpin, daun pegagan yang hendak dijadikan peyek perlu direndam terlebih dahulu sekitar 12 jam agar tidak terasa pahit. Adapun daun adas harus di potong kecil-kecil terlebih dahulu agar saat digoreng tidak ambyar.

“Usaha ini awalnya hanya coba-coba karena kebutuhan ekonomi. Dulu saya menyetorkan peyek ke beberapa tempat seperti sekolahan, puskesmas, dan berbagai warung. Namun puji syukur Tuhan, usaha yang sudah berjalan sekitar lima tahun ini dapat membantu ekonomi keluarga. Sekarang peyek saya sudah sampai kemana-mana, termasuk Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jakarta, dan lain-lain,” jelas Tarpin dalam menjelaskan sejarah usaha peyek uniknya itu.

Peyek yang sudah menyebar ke beberapa penjuru Indonesia ini ternyata memiliki beberapa kendala dalam hal pemasaran. Ibu Tarpin sekarang tidak menjual atau menyetor peyek produksinya ke warung-warung, tapi hanya menjual jika ada pesanan lewat telepon saja.

“Saya tidak sanggup jika membuat peyek dan menyetorkannya ke warung-warung. Melayani pesanan yang ada setiap harinya saja sudah kualahan” keluh Ibu Tarpin kepada mahasiswa. Jadi, pemasaran peyek unik ini dilakukan melalui telpon (dari nomor yang dicantumkan dalam label bungkus peyek), tidak lebih dari itu.

Untuk memajukan bisnis peyek unik dari desa Wates Kecamatan Getasan ini, mahasiswa KKN MMK UIN Walisongo Semarang ikut membantu mengembangkannya melalui promosi online lewat berbagai media sosial seperti Instagram. Mahasiswa KKN mempromosikan peyek lokal tersebut dalam akun Instagram @KKNMMK22. Mengingat karena marketing online di zaman modern ini tentu sangat penting untuk memajukan dan mengembangkan UMKM yang ada. Terlebih jika hasil produk usahanya berkualitas dan memiliki nilai lokaatai keuinikan yang kuat, seperti peyek pegagan dan peyek adas di Desa Wates ini.

 

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here