Suwung si Nala Gareng
Suwung si Nala Gareng

Oleh Didin Riswanto

Loro loro laraning kang ati

nora koyo ingong

saben karyo wus nglakoni kabeh

Loro-loro kang durung nglakoni

Mukti karo sugeh

Bejane wak ingsun

Jalannya kehidupan seseorang, tidak memandang pangkat derajat atau status sosialnya, pada saatnya dia akan merasakan apa yang disebut suwung. Suwung atau kosong atau sakit hati, bukan dalam arti yang sangat sakit tapi kemeranaan karena satu peristiwa. Kaya cah nom diputus cinta. Apa kaya kelangane wong tuwa ditinggal mati anak. Atau juga kesedihan yang berlangsung karena kemelaratan yang terlalu lama, sehingga kemudian menumbuhkan terkikisnya kesabaran.

Nah terkikisnya kesabaran itu yang kemudian membuat kita ngungun, menyesali keadaan, berlarut-larut membuat hilangnya kesabaran menjadi suwung. Kosong, yang lantas kemudian berimbas pada retaknya kendi toyo murni. Merembes menjadi air mata.

Hayooo kita sinau bareng, di mana airmata itu tersimpan? Saya menyebutnya di dalam kendi toyo murni. Rapi dalam raga kita semua. Dan airmata, luh, itu ndlewer atau mengalir saat kita mengalami kesedihan, atau menahan sakit, bahkan bahagia yang teramat juga membuat kita menangis.

Luh itu betul betul toyo murni, air murni yang diciptakan sebagai pelarut, minyak rem agar kita tidak condong kepada kesedihan berlarut, atau kepada kebahagiaan yang sangat. Keti tetap mampu mengontrol perilaku. Bersyukur anda yang masih bisa menangis dan mengeluarkan air mata.

Saya tuliskan tembang di atas adalah ngungunnya nalagareng. Kecewanya Nalagareng terhadap kenyataan yang dihadapi. Betapa dia pernah menyesal menjalani hidup miskin. Saya pikir semua orang pernah mengalami ngungun seperti Nologareng.

Nologareng adalah pengejawantahan dari kehidupan kita sebagai wong jawa. Ponokawan yang selalu sabar narimo. Bahkan kepada takdir yang sudah ditentukan penguasa. Jika anda orang jawa yang masih memegang adat dan budaya jawa, maka Nologareng ini akan anda mampu artikan sebagai rakyat kecil yang hidupnya sederhana, qonaah, sabar narimo ing pandum. Tidak pernah protes bahkan menjadi seperti itu-itu saja mereka bahagia. Sebagai Ponokawan.

Jadi sesusah apapun keadaan Nalagareng tetap bahagia dan bersyukur. Nampa apa anane. Kalau kemudian kita maknai tembang Nalagareng ini, unine yaiku, Lara–lara laraning kang ati. Sakit karena penyakit hati. Apa saja penyakit hati iku jelas melihat keadaan tidak sesuai, sesabar apapun jika terlalu lama menyaksikan dan merasakan ketidakadilan yo sakit juga. Ingin sekali tempo berubah keadaanya. Nora koyo ingong. Tidak seperti apa yang kemudian apa sing tak lakoni. Membayangkan keadaan sampai bingung, suwung. Kosong. Ingong itu kehilangan harta benda, bisa juga dimaknai ketiadaan harta,

Kabeh karyo wus tak lakoni kabeh. Lha iyo..sudah berusaha sedemikian rupa, sampai segala cara dilakukan, nyaris semua pekerjaan, sesuai kemampuan , sudah dilakukan tapi untuk mendapatkan harta ko ya belum bisa.  Maka keadaan ini membuat ingong. Bingung suwung.

Loro-loro kang durung nlakoni, mukti karo sugih. Ada dua hal yang belum pernah gareng merasakannya yaitu menjadi orang mulia dan kaya raya.  Di sinilah, watak orang jawa ketika dia bekerja semangat mencari kemuliaan dan kekayaan.  Kadang disertai kerelaan untuk menderita, dalam penderitaan itu kemudian merasakan kesuwunganko ya ternyata abot lakune wong pingin sugeh. Gareng sampai dia mensyiirkan tembang iki.

Begjane wak ingsung. Pada puncak kesuwungan inilah gareng merasakan bahwa kesemuanya pada akhirnya kembali kepada jalannya lakune takdir sang maha kuasa. Begjane wak mami sudah menjadi ketentuan diri. Dalam menembangkan ini Nologareng pasti dengan nada yang datar dan penuh penghayatan dalam penerimaan dia atas kehendak sang maha kuasa.

Dalam nembang syair terakhir ini Gareng pasti sedang dalam kondisi mengingat Tuhan. Pasti. Sudah menjadi qodrah iradah Allah, sudah menjadi ketentuan baginya. Harus diterima sabar lan narimo.

Yoiku gambaran kita sebagai orang jawa dalam diri Sang Nalagareng, yang dalam pewayangan gareng ini termasuk dalam Ponokawan yaitu Semar gareng Petruk dan Bagong. Pono itu artinya cetho/jelas , kata Ki Seno Nugroho, kawan itu teman atau sahabat yang sudah seperti saudara. Ponokawan artinya kawan yang jelas. Teman jelas menjalani kehidupan. Maka dinikmati, disyukuri dan dilaksanakan. Lha urep ko dilaksanakan, lha iya melaksanakn kehidupan. Penak to…(*)

Suwung Si Nala Gareng

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini