Oleh Yudhie Haryono
Tangis ini tak sudah-sudah. Dua tahun lalu. Sore itu engkau menelponku dan berkata, “kematian tak usah ditunggu, sebab ia datang tanpa diundang.” Nasihat itu berkali-kali disampaikan padaku sejak 20 tahun lalu saat saya aktif kuliah es satu. Nasehat yang berulang karena aku terus berkata betapa rindu aku pada mati serta betapa bosan dengan hidup.
Dan, betul. Kematian datang menjemput guru lebih dahulu saat aku rindu serindu-rindunya pada mati yang tak sudi ke sini. Aku memanggilmu Abah sebagaimana anak-anak ideologis memanggilmu.
Memang betul kata orang, bahwa sebaik-baik nasehat adalah kematian. Dan, sebaik-baik kematian adalah meninggalkan warisan baik. Laku, tutur dan mental Abah merupakan bukti. Bagiku, engkaulah guru.
Selamat jalan Abah. We love you. Kami kehilangan. Kami segera menyusul. Semoga Tuhan terus menyayangimu sebagaimana sayangmu pada kami, anak-anak ideologis yang terus belajar mengabdi.(*)