Mencari titik awal perjuangan dengan hening cipta. Foto Pacitanku.com
Mencari titik awal perjuangan dengan hening cipta. Foto Pacitanku.com

Oleh Ayodhya Glenardi – Peserta Program KKK Nusantara Centre

Sering kita mendengar slogan “kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” Slogan ini sebetulnya mencerminkan kenyataan perjuangan kita semua. Siapa yang mau membangun bangsa ini kalau bukan kita? Kapan lagi waktu yang tepat kalau bukan saat ini. Sederhana diucapkan tetapi tak sesederhana di tindakan.

Mengapa? Karena melihat problematika bangsa yang kompleks ini sering membuat orang menjadi putus asa. Lalu, merasa tidak mampu berbuat perubahaan yang berarti. Ujung-ujungnya malah membawa orang yang tadinya idealis menjadi ikut terseret ke dalam lingkaran politik praktis yang penuh dengan intrik dan tipu muslihat.

Maka, cara yang paling tepat adalah semua perjuangan itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Berjuanglah sepenuh tenaga untuk memurnikan jiwa raga kita dulu, dengan tehnik hening cipta yang tepat dan konsisten. Penulis yakin, inilah metoda yang layak dan tepat. Metoda yang akan mentransformasi diri kita dari ketidakberdayaan menjadi optimis dan berdaya.

Apakah masuk akal jika kita punya cita-cita besar untuk menghilangkan KKN ketika kita masih memiliki sifat keserakahan yang tinggi? Bagaimana kita mau menegakan keadilan sedangkan di dalam diri kita masih memiliki sifat manipulatif? Bagaimana kita mau menjadi pemimpin yang bijaksana ketika masih tergiur dengan iming-iming kekuasaan atau gampang ditakuti-takuti oleh lawan politik? Bagaimana kita bisa mendobrak sistem politik ekonomi yang tidak ideal ini hanya berdasarkan kekuatan nalar saja? Jawabannya, adalah tidak mungkin.

Tentu, hanya orang-orang yang telah berhasil berjuang membersihkan dirinya dari semua sisi gelap dalam dirinya sendiri yang bisa mulai berjuang membersihkan sisi gelap dari NKRI yang kita cintai ini. Sangat tidak masuk akal bahwa siapapun bisa membebaskan NKRI dari penjajahan ekonomi dan politik, apabila dia sendiri masih dijajah dan menjadi budak dari ego dan nafsunya sendiri.

Marilah kita merenungkan ini semua dan sadar bahwa semua perjuangan itu seharusnya dimulai dari diri kita sendiri. Yaitu dengan memurnikan jiwa dan raga sehingga bisa menjadi teladan untuk hidup dengan nilai-nilai Pancasila yang sejati. Mari kita lakukan ini secara tepat dan konsisten, maka dijamin bahwa keajaiban itu akan terjadi. Keajaiban yang akan mengubah diri kita dan negara yang kita cintai bersama. Inilah titik pijaknya. Inilah mula pondasinya.

Mengikuti program KKK di Nusantara Centre membuat penulis memiliki optimisme juga dalam melihat lapangan ekopol kita. Penulis sadar bahwa perjuangan dan pengorbanan dalam hidup sangatlah diperlukan. Terlebih hidup di republik yang banyak penjahatnya. Ribuan pejabat dijebloskan ke penjara karena KKN adalah buktinya. Tetapi, tradisi itu terus meningkat saat praktek keagamaan begitu meningkat. Ini anomali. Tapi nyata di depan mata.

Peta jalan itu membuat kita semua harus terus berjuang dan berusaha untuk mencapai keinginan atau cita-cita bersama yang ingin dicapai: negeri kesejahteraan. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita mendengar atau kita ucapakan tentang perjuangan dalam kehidupan manusia, tetapi sangat sulit sekali untuk dilaksanakan. Tetapi, pada dasarnya tidak ada hal yang sulit untuk dikerjakan bila kita telah mencapai kesadaran yang nyata akan pentingnya perjuangan dalam kehidupan untuk mencapai keinginan atau cita-cita yang ingin diraih.

Kesadaran inilah yang harus terus dihadirkan. Tetapkan di hati bahwa berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Itu artinya, kita harus terus berjuang atau berikhtiar semaksimal mungkin dalam hidup ini sampai dapat memetik buah keberhasilan yang ditanam pada masa berjuang. Agar kuat maka, apapun yang terjadi di masa lalu, ikhlaskan dan melangkahlah ke depan. Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu yang sudah lewat, tapi kita punya kesempatan untuk memperbaiki masa depan dan mencetak takdir sendiri. Ambillah kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.

Mental petarung, mental pantang menyerah, mental pemenang, dan mental pancasila harus dipupuk. Ambil dan contohlan dari para pelukis sejarah. Pada mereka, kita bisa belajar dan terus belajar bagaimana kehidupan dan perjuangannya. Endapkan, resapi, hening cipta dan peras subtansinya. Niscaya, kebaikan dan kemenangan kan menjelang. Mengutip nasihat bijak Winston Churchill (1945), “ini bukan waktu untuk kemudahan dan kenyamanan. Sudah waktunya untuk berani, melawan dan bertahan.” Semoga mestakung.(*)

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here