APBN tekor defisit dan utang, solusinya rekapitalisasi. Foto Pexels
APBN tekor defisit dan utang, solusinya rekapitalisasi. Foto Pexels

Oleh Yudhie Haryono – Direktur Eksekutif Nusantara Centre

Tekor. Defisit. Besar pasak daripada tiang. Itulah postur 10 tahun terakhir APBN kita. Tahun 2023, APBN kita sebesar Rp3.061.2 triliun. Tetapi, catatan utang pemerintah per April 2023 Rp 7.850 triliun. Sedangkan anggaran dua sektor publik pro rakyat hanya Rp 792 triliun. Yaitu anggaran pendidikan 2023 Rp 613 triliun dan anggaran kesehatan 2023 Rp 179 triliun. Itupun kini pelakunya industri besar. Saat bersamaan, anggaran untuk infrastruktur 2023 Rp 392 triliun.

Apa kesimpulannya? Ini adalah kegagalan sistemik pola pengelolaan APBN dan tidak mencerminkan ekonomi pancasila. Mengapa? Sebab utang yang menggunung pasti menyebabkan nilai tukar rupiah jatuh (Inflasi) dan pasti akan mengakibatkan ketergantungan terhadap pemberi utang. Kita pasti mengalami 6i: investasi, intervensi, inflasi, infiltrasi, instabilitas dan berujung pada invasi. Adakah solusinya?

Ada. Rekapitalisasi. Itulah salah satu jawabannya. Rekapitalisasi ini penting terutama di BUMN kita. Ini adalah kesadaran memastikan sumber-sumber pendanaan negara sehat. Hal ini penting karena selama ini kekayaan negara di BUMN dibuat menjadi: a) Merugi, b) Sumber KKN, c) Praktek mark up, d) Praktek privatisasi, e) Beban utang negara, f) Bancakan elite parpol yang berada di eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Saat APBN kita minus karena sumbernya kempes (pajak, cukai dan utang) maka program ini menjadi sangat penting untuk dikerjakan. Potensinya sangat besar dan konstitusional. Inilah program mewargakan ekonomi dan mengekonomikan warga: soko guru keekonomian kita. Inilah yang akan merubah secara riil arsitektur ekopol kolonial menjadi ekopol berdaulat, berkesejahteraan, bermartabat dan berkeadilan.

Memang ini tak mudah. Perlu komitmen kita semua. Terlebih KKN makin merajalela dan jadi agama elite serta penguasa. Dampaknya, program pemulihan ekonomi hancur sehingga marak PHK; meningkatnya pengangguran, bertambahnya penduduk miskin dan menurunnya tingkat daya beli masyarakat, serta bangkrutnya sektor industri kecil menengah karena kekurangan modal.

Semua ini bersumber dari lemahnya kepemimpinan nasional, hilangnya etos nasionalisme, defisit mental pancasila, rabun konstitusi serta tumbuhnya pejabat-penjahat di semua tempat.

Kepemimpinan lemah itu karena defisit visi besar, kurang misi proyektif, menumpuk janji tanpa realisasi, surplus mengeluh, hobi menyalahkan masa lalu, ilusi populer, rindu pujian dan jilatan, pola pikirnya “poverty” (kekurangan) bukan pola pikir “abundance” (kelimpahan). Semua berujung pada: tak tahu diri plus tak tahu malu.

Elit kepemimpinan kita defisit cinta republik. Mereka kini tak punya sense of belonging pada nasionalisme. Uripe kagak urup. Padahal, cinta itu kemulian. Oleh karena cinta, seseorang akan melakukan aktivitas yang baik, inovatif dan ikhlas agar mereka bahagia bersama. Dengan bahagia, mereka mencapai derajat mulia. Kemuliaan itu sinonim sorga.

Mereka yang tak punya cinta pada republik tak akan punya sikap rela berkorban membela negeri tercinta. Padahal, berkorban bagi bangsa, negara dan sesama itu adalah tindakan terpuji. Bagi semua warga negara yang baik, sikap itu merupakan keharusan, sehingga NKRI ini bisa berkembang dan pastinya tetap terjaga keutuhannya. Rela berkorban berarti bersedia dengan ikhlas memberikan yang terbaik apa yang dimiliki kepada bangsa dan negara. Bukan sebaliknya: KKN demi diri dan keturunannya.

Orang yang rela berkorban pastilah punya visi besar. Dan, pemimpin bervisi besar pasti tahu bahwa Indonesia kaya modal sosial yang bisa menjadi bekal dalam menghadapi gelombang tantangan. Ini kolateral terbesar kita. Ini asuransi terdahsyat bangsa Indonesia.

Ia tahu bahwa tradisi dan rasa saling percaya, kuatnya jaringan sosial, serta hubungan baik antar warganegara, merupakan modal sosial yang dapat menopang perjalanan bangsa menjadi mercusuar dunia. Jika semua hal di atas ditopang dengan kepemimpinan yang jenius, crank dan menyempal dari arus utama, modal sosial itu dapat menjadi kekuatan dahsyat untuk mengungkit bangsa dari berbagai tekanan dan krisis serta invasi yang akan terus dikirimkan para penjajah. Ayok kita realitaskan.(*)

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here