Mari kita nikmati kehancuran hutan kita. Foto Pixabay
Mari kita nikmati kehancuran hutan kita. Foto Pixabay

Yudhie Haryono oleh Presidium Forum Negarawan

Nusantara Centre bekerjasama dengan Persaudaraan Matahari akan melaksanakan program kelas nusantara studies. Ini untuk masa depan yang cerah. Program yang kita dilarang menyerah. Program untuk cinta yang agung. Di mana kita dilarang murung. Tema pertama adalah soal hutan Indonesia.

Negara Indonesia itu pemilik hutan tropis terluas ke-3 di dunia. Dengan curah hujan tinggi dan sinar matahari penuh sepanjang tahun, mestinya Indonesia leading di bidang kehutanan, karena pohon tumbuh relatif cepat dibanding negara lain, seperti Finlandia, New Zealand dll, di mana kedua negara itu mendapatkan income sangat tinggi dari sektor kehutanan. Mereka bahkan sangat sejahtera dari hasil hutannya. Mereka mengelolanya dengan cermat dan nalar keramat.

Sedangkan kita, saat ini sektor kehutanan justru sangat terpuruk. Kita tahu, luas kawasan hutan 125 juta ha atau 64% dari luas daratan Indonesia. Tapi sumbangan (PNBP) sektor kehutanan untuk negara hanya 6 Trilyun/tahun dari total 500 trilyun PNBP Indonesia pertahun.

Padahal sebelum tahun 1992, sektor kehutanan memberi sumbangan terbesar devisa negara sampai 37%. Tetapi, alih-alih itu ditingkatkan, yang terjadi justru sebaliknya: makin kecil dan hancur. Lucunya, kata orang saat presidennya alumni fakultas kehutanan. Mengapa itu bisa terjadi? Kok bisa hutan makin hancur saat dipimpin sarjana kehutanan?

Hutan kita dieksploitasi sejak lama berlanjut sampai sekarang tanpa road map yang kuat dan berkelanjutan. Kalau ini terus berlangsung, nasib kita akan tandus dan kurus bak gurun tanpa kesejukan. Seperti negeri Ethiopia, sangat mungkin terjadi. Dus, perlu kemauan politik sangat besar untuk melestarikan hutan kita demi kehidupan dan peradaban manusia.

Mari kita diskusikan soal perih ini dan buat protokol krisis kehutanan Indonesia. Isu sangat penting dan genting di depan mata. Kita memang punya kementrian kehutanan, tapi itu hanya menjamin deforestasi: yaitu penggundulan, penebangan dan penghancuran hutan.

Ini projek menebang hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan, seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Kini, 30 juta hektare hutan dimusnahkan setiap tahun, tanpa usaha memperbaiki dan melestarikannya. Ayok bersegera kita bergerak bersama!

Sedangkan data dari Global Forest Watch menunjukkan penurunan luas lahan tutupan pohon atau deforestasi di Indonesia mencapai 26,8 juta hektar sepanjang 2001-2019. Deforestasi tersebut paling banyak terjadi di hutan dan lahan Sumatera dan Kalimantan. Di pulau jawa, sulawesi dan papua menyusul. Projek food estate kini menjadi projek utama deforestasi.

Memang dari sisi tujuan, projek food estate ini dilaksanakan untuk mengantisipasi krisis pangan, berniat swasembada pangan dan antisipasi perang dagang pangan. Tentu saja langkah khusus pelaksanaan food estate seolah memberi harapan besar walau praktiknya tidak seperti tujuannya. Dus, kita perlu memperbaikinya di lapangan.

Ya. Komoditi prioritas yang akan dikembangakan dalam food estate ini adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, sorgum, buah-buahan, sayur-sayuran, sagu, kelapa sawit, tebu, dan ternak sapi atau ayam. Tetapi ini perlu praktik ideal yang nir KKN kalau mau berhasil. Bukan seperti yang sudah terjadi. Sebab kini yang hadir adalah kejahatan lingkungan dan penghancuran hutan.

Tentu saja, penyebab deforestasi di Indonesia mayoritas berasal dari aktivitas manusia seperti pembakaran hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon ilegal dan tidak terstruktur serta pemanfaatan area hutan untuk pertambangan, pengeboran minyak dan pemukiman. Tetapi, semua hanya berlandaskan kerakusan, bukan kesetimbangan: eko-theo-anthropocentris.

Di atas segalanya, kita harus buat kembali peta besar rekapitalisasi seluruh sektor kekayaan negeri. Hutan dan hasilnya. Laut dan hasilnya. Udara dan potensinya. Tanah dan hasilnya. Upaya ini untuk memastikan alam kita stabil dan keadilan sosial terjamin. Para pewaris negeri tak menangis karena mendapati warisan alamnya lestari.

Tentu nanti remuk redam buat kita, perih merintih. Terlebih, puncaknya kita kini tak ada lagi mata kuliah geografi. Tapi, kita tetap harus berusaha. Semoga mestakung.(*)

Cek berita dan artikel Harian Semarang lainnya di Google News

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here