Oleh Yudhie Haryono – Rektor Universitas Nusantara
Belajar ide-ide Chomsky di hari Minggu seperti membaca khutbah haji wada. Jelas dan tegas. Intinya “kedaulatan dan kemerdekaan.”
Dus, melawan agenda neoliberalisme yang mewajah dalam imperialisme, terorisme dan fundamentalisme bagi Chomsky adalah keharusan. Sebab tiga hal itu menghancurkan kemanusiaan global. Bagaimana caranya? Chomsky mengajukan empat langkah. Pertama purifikasi demokrasi. Kedua, masifikasi kesadaran via narasi (gandakan cendekiawan bebas). Ketiga, banjiri dunia dengan media alternatif. Keempat, bangun blok politik mandiri tiap negara.
Sesungguhnya, di beberapa negara, metoda chmosky sudah berkembang dan dijalankan. Di Indonesia muncul Sukarnoisme, di Filipina muncul Rizalisme, dan lain lain adalah contoh nyata bahwa metoda itu berjalan. Sebagian berhasil, sebagian gagal total.
Menarik juga membaca pengalaman negeri-negeri Amerika Latin dalam menginterupsi ideologi neoliberal. Lewat Pemilu, seperti terpilihnya Hugo Chaves sebagai Presiden Venezuela (1998), Presiden Brasil, Luis Ignacio da Silva (2003), Presiden Argentina, Cristina Elisabet Fernández (2007), Presiden Chili, Michele Bacheret (2006) atau Presiden Nikaragua, Daniel Ortega (2006), maupun via revolusi di Iran yang dipimpin Khomeini (1979).
Mereka menikmati metoda demokrasi liberal, tetapi menang dan melakukan program-program yang berlawanan dengan agenda pasar bebas desain neoliberalis. Mereka berhasil menyingkilkan neoliberalisme lewat program nasionalisasi perusahaan tambang mineral dan migas, sambil memberlakukan sistem sendiri (populisme dan kerakyatan).
Dari beberapa kasus kekalahan metoda jahat neoliberalisme, kita dapat meyakini tesis bahwa para neoliberalis sesungguhnya memiliki kekuatan palsu, kebenaran semu dan keberanian menipu plus praktik pembunuhan di mana saja dan kapan saja. Artinya “bisa dikalahkan dan bahkan bisa dilenyapkan.”
Tetapi, yang sering terjadi kita melukiskannya demikian hebat sampai putus asa dan tidak ketemu kontra skemanya. Lalu, banyak orang memilih berdoa dan kapok bangun pasukan perlawanan. Jeri memproduk blok historis yang tak kenal kata kalah. Pasrah akan nasib diri dan negaranya ditawan oleh skema-skema baru para penjajah.
Studi terbaru pada para penjajah itu misalnya, mereka memproduksi economic hit man (EHM). Ini adalah agensi profesional berpenghasilan sangat tinggi yang menipu negara-negara berkembang di seluruh dunia dengan jebakan utang. Ontologinya adalah finansial, epistemologinya adalah uang dan kebebasan fiskal, sedang aksiologinya adalah “pembangunan infrastruktur.”
Mereka menyalurkan utang dari Word Bank, IMF, USAID dan organisasi pengutang luar negeri lainnya plus skema perdagangan bebas. Mereka membuat utang itu menjadi dana korporasi-korporasi raksasa dan melobi pemerintah penerima dana untuk membuat undang-undang perlindungannya sekaligus. Muncul lah program privatisasi, swastanisasi, investasi luar negeri, depresiasi (rupiah) dan repatriasi (pajak) bahkan tax amnesty.
Akibatnya, lahirlah pribadi sultanik, keluarga kaya raya, pemerintah oligark, geng konglomerasi, lembaga predatoris yang mengendalikan sumber-sumber daya alam planet bumi ini. Kejahatan lanjutannya adalah mereka membuat laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan umum yang curang, penyuapan, pemerasan, persekongkolan, lobi uang dan sex, serta praktik pembunuhan terencana.
Bisnis senjata, narkotika, perang, uang haram akhirnya ikut serta dalam persekongkolan kekuasaan global tersebut. Tumbuhlah korporasi global, bank penipu, dan pemerintah palsu sehingga lahir segelintir manusia yang berenang dalam kekayaan saat mayoritas lainnya tenggelam dalam kemiskinan.
Jadi, apa yang harus kita lakukan kini? Ada banyak kerja raksasa yang menanti di depan mata. Pertama, bangun kesadaran nasional untuk melakukan 12 kerja besar: 1) Rekonstitusi; 2) Nasionalisasi aset strategis; 3) Transformasi shadow economic; 4) Pajak super progresif; 5) Redesain pariwisata; 6) Ekspor tenaga ahli; 7) Kemplang warisan utang luar negri; 8) Reevaluasi, rekapitalisasi dan rebuildingisasi BUMN dan BUMD; 9) Atur ulang rezim devisa bebas; 10) Refinansialisasi dan strategi kedaulatan rupiah; 11) Reindustrialisasi dan proteksi produksi dalam negeri; 12) Cetak eksportir dunia.
Kedua, bangun kesadaran kedaulatan di semua bidang via pendidikan dan perkaderan (formal, informal dan non formal). Ketiga, bangun keyakinan menjadi negara adidaya, peradaban dunia via mentalitas outward-looking dan redefinisi ipoleksosbudhankam. Kapan? Kini dan mulai saat ini di sini.(*)