Harianjateng.com- Dalam tahun 2019 ini, dunia wisata diguncang oleh tiga “prahara” yakni aksi sepasang kekasih asal Rusia, Sabina Dolezalova dan Zdenek Slouka di Monkey Forest, Ubud Bali, aksi bugil sepasang kekasih di Piramida Giza, Mesir, dan turis asal China yang buang air besar sembarangan di Pantai Port Dickson, Negeri Sembilan Malaysia.

 

Tiga peristiwa tersebut memberikan pelajaran penting bahwa dunia wisata selama ini masih dipandang sebagai wilayah penuh kebebasan, membuang kepenatan, atau menyegarkan fisik, mental, dan pikiran. Karena sifatnya yang membebaskan, dan menyegarkan, maka rekreasi dilihat sebagai suatu aktivitas penting dalam kehidupan. Bekerja terus menerus dan berkutat dalam rutinitas perlu diimbangi dengan penyegaran agar tidak terjebak dalam kepenatan yang panjang, sehingga mempengaruhi kesehatan jiwa.

Banyak orang mulai percaya pada nasihat Dr Israel Bram, seorang dokter spesialis di Philadephia yang selalu memberikan tips kesehatan pada semua pasiennya. Nasihat itu menyatakan; kekuatan yang paling menyegarkan jiwa adalah agama yang sehat, tidur, musik, dan tertawa. Percayalah pada Tuhan, dan belajarlah tidur dengan pulas. Gemarilah musik yang indah, segi hidup yang mennyenangkan. Maka, hidup akan sehat, dan bahagia. Salah satunya mencapai ini adalah, santai dan rekreasilah. (Dale Carnegie, 42; 1982)
Meski orang tidak pernah membaca atau mendengarkan nasihat dr Israel Bram, sebagian besar orang percaya bahwa rekreasi itu menyehatkan jiwa, membuat sehat, dan memberikan stimulasi untuk hidup lebih panjang.Maka, ketika kepenatan melanda, dibutuhkan jeda sejenak untuk meredakan ketegangan syaraf tubuh yang akan berpengaruh besar terhadap kesehatan mental.

Jeda sejenak ini diartikan bermacam-macam, tetapi intinya adalah memberikan ruang bagi tubuh berada dalam situasi santai, dan menjauh dari ketegangan. Ketika dunia industri dan perdagangan tumbuh berlipat, ketegangan manusia bertambah. Bukan semata-mata akibat negatif dari cerobong-cerobong asap yang menjulang ke langit, tetapi kepenatan akibat dari aktivitas produksi juga menyeruak dalam ruang kantor yang sempit. Mereka berada dalam tekanan dan tensi tinggi untuk mengejar target-target produksi, sekaligus hidup berhimpitan dalam pemukiman yang padat.

Inovasi dan Kreativitas
Pada akhirnya, masyarakat industri tumbuh di perkotaan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan dalam arti ekonomi yakni kehidupan yang semakin sejahtera , dan di sisi lain terpaksa harus hidup yang menjauh dari kenyamanan dan kedamaian. Sektor industri memberikan tekanan, sedangkan rekreasi menjanjikan pengendoran. Kehidupan masyarakat Indonesia mengalami pergeseran (shifting) dari masyarakat berbasis pertanian ke masyarakat industri. Kinerja pun bergeser dari bersandar pada musim dan kemurahan alam ke target-target yang dirancang memenuhi kebutuhan. Pergeseran ini membutuhkan daya inovasi dan kreavitas.

Lapangan industri mendorong perubahan besar, karena bekerjanya mesin-mesin itu telah berpengaruh pada perubahan perilaku manusia karena cara bekerja sektor pertanian yang mengandalkan musim menjadi pekerja yang dikungkung oleh target-target produktivitas. Organisasi kerja, disiplin kerja, kecepatan, kecakapan, ketrampilan akhirnya membentuk masyarakat teknologi. Dari sinilah muncul kemudian, masyarakat teknologi itu membentuk kebudayaan baru. Dan, setiap kebaruan membutuhkan proses adaptasi yang mungkin datar, tetapi juga terkaget-kaget. Jadi, menghadapi masalah industrialisasi di negeri kita berarti juga, menghadapi suatu proses perubahan sosial, suatu proses tanggapan jiwa, suatu penyesuaian kreatif dari kebudayaan kita. (Soedjatmoko, 6, 1986).

Industrialisasi itu akhirnya mendorong kebutuhan infrastruktur, perumahan, kesehatan, sekolah, pekerjaan baru, komunikasi, seni dan rekreasi. Berdirilah pusat-pusat kesenian dan kebudayaan yang mungkin bisa diartikan sebagai upaya memenuhi keseimbangan kebutuhan fisik, mental, vital, intelektual, dan spiritual. Maka, dalam pandangan penulis, rekreasi kami artikan sebagai sebuah upaya memenuhi kebutuhan mental, vital, intelektual, dan spiritual. Lima unsur dalam tubuh itulah yang sebenarnya harus senantiasa ditingkatkan agar mencapai kualitas kehidupan (quality of life) yan g semakin baik.

Tetapi kita paham, industrialisasi tidak hanya berlangsung di sini., tetapi di berbagai belahan dunia lainnya. Semua negara berlomba untuk mengejar pertumbuhan agar kemakmuran dan kesejahteraan bisa didapatkan. Daya inovasilah yang menjadi penopang dari mesin pertumbuhan. Dunia tumbuh dengan suasana itu, lalu kini berada dalam era yang serba digital. Dalam masa 5 tahun terakhir, dunia sudah benar-benar berubah akibat kemajuan teknologi.
Pergeseran masyarakat berbasis pertanian ke industri sudah berlangsung, kini sedang bergeser kea rah masyarakat berbasis teknologi. Yang menarik adalah fakta bahwa terjadinya pergeseran itu telah memberikan dampak besar bagi dunia pariwisata. Sebagai contoh saja, seperti diumumkan oleh The World Travel & Tourism Council (WTTC)Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan pariwisata tertinggi nomor Sembilan (9) di dunia. Selama 2017, Indonesia tumbuh 22 persen, sedangkan pertumbuhan wisatawan dunia rata-rata hanya 6,4 persen.(Tempo.com, 23 Oktober 2018).

Angka itu tentu didukung fakta oleh tumbuh pesatnya obyek wisata dan kuliner di Nusantara dalam sepuluh tahun terakhir. Jika semula hanya pada obyek-obyek wisata yang sudah terkenal seperti Borobudur, Prambanan, Pulau Bali dengan segala kekayaan budaya, kini telah meluas di hampir seluruh tanah air. Meski pun mengalami pencapaian besar, penulis menganggap masih banyak hal yang bisa dikembangkan lebih luas lagi pada obyek-obyek wisata yang lebih beragam.
Wisata Edukasi dan Intelektual
Yang penulis maksudkan sebagai obyek wisata yang lebih luas dan beragam adalah, obyek yang tidak melulu bersandar pada keindahan alam, dan budaya. Meski pun faktanya memang menarik, tetapi sudah terlalu umum, dan tidak terlalu memiliki daya kejut yang besar. Alam indah, bangunan bersejarah megah, semua ini sudah diketahui warga dunia. Tetapi, ada obyek lain yang tak kalah menarik adalah wisata edukasi dan intelektual.

Kami mengambil contoh kecil, tetapi menarik adalah apa yang penulis lihat dan rasakan di Kabupaten Blora. Sebuah kabupaten yang selama ini dikenal sebagai kota di kawasan hutan jati, dan tempat lahirnya gerakan Saminisme. Daerah di mana masyarakatnya bertahan hidup dengan menjaga kearifan lokal di tengah suasana hampir selalu kesulitan air di musim kemarau.

Dari kota ini lahir beberapa tokoh besar seperti RM Tirto Adhi Soerjo (wartawan) , Marco Kartodikromo (wartawan), Pramudya Ananta Tour (sastrawan), Herman Pratikto (pengarang/komikus), Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (Pergerakan) Maria Rahajeng (Miss Indonesia), Adisoemarmo Wirjokoesoemo (perintis TNI AU), Iwan Tirta (perancang), Ali Moertopo (TNI/politisi), dan lain-lain. Bahkan Saminisme, sebuah gerakan perlawanan tanpa kekerasan terhadap Belanda juga lahir dari daerah ini. Samin Soerosentiko, dalam derajat tertentu mewakili gerakan intelektual yang berbasis di pedesaan.
Dari daerah ini juga merupakan penghasil minyak dan Cepu termasuk pioner dalam pembangunan kilang minyak di Indonesia pada 1894. Bahkan, tahun 1899, Adriaan Jan Stoop, pengelola NV Doordsche Petroleum Maatschappij (DPM) mengemudikan mobil yang menggunakan bahan baku gasoline dari Surabaya ke Cepu.

Di samping itu, kekayaan hutan industri di Blora juga merupakan obyek wisata yang menarik. Dari hutan inilah, kebutuhan kayu jati di Eropa pada masa silam dipenuhi. Dengan kualitas nomor satu di dunia, kayu jati dari Hutan Blora, Randublatung, dan Cepu memenuhi bursa lelang kayu di Eropa.

Blora, seperti juga daerah lain yang tidak memiliki candi sebesar Borobudur, pulau seindah Bali, bisa mengembangkan obyek wisata berbasis kekayaan intelektual dan edukasi. Sumur dan kilang minyak akan memberikan inspirasi pengetahuan dan teknologi perminyakan masa lalu, dan proses edukasi masyarakat sekitar ladang. Hutan akan memberikan inspirasi, bagaimana hutan inidustri dijaga dan dikembangkan dalam kurun waktu yang lama, tetapi tetap lestari.

Bagaimana sebuah daerah yang sering disebut “gersang” memiliki genetik yang melahirkan wartawan dan penulis besar ? Bagaimana sebuah daerah hutan berpengaruh terhadap proses kreatif perlawanan Samin dan pengikutnya kepada Belanda ? Bagaimana Samin, sebagai sebuah gerakan intelektual berproses dan dikembangkan di pedesaan ?
Penulis menganggap bahwa obyek wisata yang bersifat edukasi dan intelektual bisa dijadikan andalan untuk memperluas obyek wisata yang sudah ada. Obyek ini akan menjadi cluster yang menarik, tetapi tentu saja sangat membutuhkan daya dukung yang bukan semata-mata dukungan infrastruktur fisik, tetapi sumber daya manusia.
Hal yang sama juga bisa dikembangkan di daerah lain, seperti misalnya Purworejo. Wisata intelektual dan edukasi yang bersangkut dengan genetik kawasan itu kenapa bisa sebegitu banyak melahirkan tokoh-tokoh besar dalam bidang ketentaraan dan seniman seperti Urip Soemohardjo, Ahmad Yani, Endriartono Soetarto, Mardiyanto, dan juga WR Soepratman, Kasman Singodimedjo, KI Timbul Hadiprayitno, dan lain-lain. Dan, kenapa pula, Belanda dalam masa pendudukan, banyak mengambil tentara yang lahir dari kawasan itu.

Dengan memperluas basis obyek wisata yang bukan sekadar bangunan fisik, maka kita sebenarnya mampu melakukan transformasi pengetahuan kepada dunia, terutama pada generasi millennial sekarang ini. Obyek wisata edukasi dan intelektual akan menjadi fondasi bagi perkembangan tubuh mental, vital, intelektual, dan spiritual. Para pengelola dunia wisata, termasuk pemerintah, perlu mulai memikirkan dan menyusun grand strategy pengembangan obyek wisata cluster ini.

Penulis adalah peminat masalah sosial.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini