Asghar Ali yang membebaskan. Foto rightlivelihood.org
Asghar Ali yang membebaskan. Foto rightlivelihood.org

Detik-detik pembakaran jiwa di bulan Ramadan baru mulai. Ini saat yang baik mengenang Asghar Ali Engineer (India, 10 Maret 1939-14 Mei 2013). Sebab ia adalah tokoh besar yang terkenal dengan kontribusinya pada studi Islam dan gerakan progresif serta peletak dasar teologi pembebasan islam.

Tokoh ini merupakan pemikir kesembilan yang hadir di Nusantara Centre dan meninggalkan banyak buku yang membahas berbagai topik: dari sejarah Islam, teologi pembebasan, studi konflik etnis dan komunal, analisa gender, studi pembangunan dan progresifitas islam.

Asghar Ali Engineer bagi kita adalah pelita. Bersinar karena gagasan dan meninggal dengan reputasi cinta pada pengetahuan.

Kebebasan apa yang diperjuangkan Asghar? Adalah kemerdekaan ummat dari penjajahan agensi (elite) dan kitab (norma purba). Menurutnya, kemalangan terbesar dari sebuah bangsa adalah saat pemuka agama lebih memihak pada kaum kapitalis dan memberikan legitimasi atas kondisi dan sistem ekonomi yang ada.

Akibatnya, agama (penganut dan normanya) terkooptasi oleh kepentingan para penjajah dan para birokrat yang tak merakyat. Ilmunya terjerembab pada madzab spekulatif dan ilutif; tak punya kehendak bebas dan berputar-putar dalam ketundukan pada takdir.

Ini mencemaskan. Sebab islam bagi Asghar adalah elan produktif yang membebaskan, memerdekakan dan memartabatifkan manusia. Padanya melekat praktik pembebasan dari diskriminasi ras, dari takhyul, dari ketertindasan posisi perempuan, dari asosial, dari tiran yang serakah.

Rupanya, problem ummat itu di mana saja dan kapan saja serupa walau tak sama. Dalam mencari solusinya, Asghar sampai menulis lebih dari 50 buku dan ratusan artikel.

Beberapa karya Asghar Ali Engineer yang terkenal dan sudah mendunia antara lain: Islam and Revolution (New Delhi: Ajanta Publication, 1984); Islam and Its Relevance to our Age (Kuala Lumpur: Ikraq, 1987); The Origin and Development of Islam (London: Sangam Book, 1987); The Shah Bano Controversy, ed. Asghar Ali Engineer, (Hyderbad: Orient Longman Limited, 1987); Status of Women in Islam (New Delhi: Ajanta Publication, 1987);

Ia juga menulis buku, “Justice, Women and Communal harmony in Islam (New Delhi: Indian Council of Social Science Research, 1989); Islam and Liberation Theology: Essays on Liberative Elements in Islam (New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1990); The Right of Women in Islam (Lahore: Vanguard Books, 1992);

Islam and Pluralism (Mumbay: Institut of Islamic Studies, 1999); Islam the Ultimate Vision (Mumbay: Institut of Islamic Studies, 1999); The qur’qn, women and modern society (New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1999); Reconstruction of Islamic Thought (Mumbay: Institut of Islamic Studies, 1999)What I Believe (Mumbay: Institut of Islamic Studies, 1999); Problems of Muslim Women in India, 1994.”

Di kami, yang paling sering dibahas adalah Islam dan Theologi Pembebasan dan refleksi pikirannya soal pluralitas.

Karena itu, ia juga aktif mempromosikan penghargaan atas keberagaman (pluralitas) masyarakat di dunia. Atas dedikasinya terhadap perubahan sosial, ia dianugerahi Rights Livelihood Award pada tahun 2004, yang juga disebut sebagai hadiah Nobel alternatif.

“Jika Muhammad hanya mengajak salat dan sujud, ia tak akan diperangi dan dimusuhi. Muhammad diperangi dan dimusuhi karena merubah struktur ekonomi,” demikian tesis utama teologi pembebasan dalam islam menurut Asghar. Dus, kedatangan Islam adalah untuk merubah status quo yang korup serakah serta mengentaskan kelompok tertindas, miskin dan bodoh.

Menurutnya, negara yang sebagian anggotanya mengeksploitasi anggota lainnya yang lemah dan tertindas, tidak dapat disebut sebagai masyarakat Islam, meskipun mereka menjalankan ritualitas islam. Tidak layak juga disebut negara adil, negara kemanusiaan walau diisi oleh manusia.

Negara memang dapat bertahan hidup walau di dalamnya ada kemiskinan, namun tidak boleh dipertahankan jika di dalamnya terdapat penindasan. Singkatnya, penindasan (perbudakan dan penjajahan) serta kemuskinan plus kebodohan adalah musuh islam yang harus dilenyapkan.

Jika cara kita beragama belum jihad melenyapkan tiga penyakit kemanusiaan itu, jangan berharap keislaman kita paripurna. Islam kita baru artifisial dan blusukan.

Membaca elit keagamaan hari-hari ini adalah memahami mereka yang sengaja lari di saat kita terjatuh habis. Mereka sengaja lupa di saat kita di bawah kalah. Sengaja amnesia di saat kita tak punya apa-apa. Sengaja diam di saat kita menderita. Sengaja tak ada di saat kita sedang butuh-butuhnya. Sengaja mencatat dirinya saja sebagai pelaku sejarah satu-satunya. Mereka begundalnya para begundal yang hidup dari, oleh dan untuk pergundalan.(*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini